Haikou, China (ANTARA) - Setiap pagi di pegunungan hijau yang subur di area Bawangling di Taman Nasional Hutan Hujan Tropis Hainan, paduan suara siulan terdengar untuk membangunkan hutan hujan purba di provinsi pulau tropis Hainan di China.
Suara tersebut merupakan nyanyian owa Hainan, yang hidup di pepohonan hutan hujan setinggi lebih dari 10 meter dan jarang menginjakkan kaki di tanah. Kera berjambul hitam itu hanya dapat ditemukan di area Bawangling.
Dikenal sebagai primata paling langka di dunia, owa Hainan dikategorikan sebagai satwa yang sangat terancam punah oleh Uni Internasional untuk Konservasi Alam (International Union for Conservation of Nature/IUCN).
Berjumlah lebih dari 2.000 ekor pada 1950-an, populasi owa Hainan merosot menjadi hanya sekitar tujuh ekor pada 1980-an, karena perburuan dan penebangan kayu berlebihan yang mendorong mereka ke ambang kepunahan.
"Kami telah lama mengadopsi berbagai langkah untuk membantu meningkatkan populasi mereka," ujar Huang Jincheng, mantan direktur administrasi Taman Nasional Hutan Hujan Tropis Hainan.
Serangkaian upaya konservasi mencatatkan hasil positif dalam beberapa tahun terakhir. Menurut data resmi terbaru, populasi owa di Hainan saat ini diperkirakan mencapai 36 ekor yang hidup dalam lima kelompok keluarga, dibandingkan 30 ekor dalam empat kelompok pada 2019.
Peningkatan populasi owa tersebut terjadi saat China meningkatkan upaya untuk membangun Taman Nasional Hutan Hujan Tropis Hainan, tempat area Bawangling menjadi salah satu bagiannya.
Taman nasional seluas 4.269 km persegi itu merupakan rumah bagi hutan hujan tropis paling terkonsentrasi dan terpelihara dengan baik di China. Banyak satwa liar yang telah lama menghilang kembali ke rumah mereka berkat taman tersebut.
Dalam beberapa tahun terakhir, Hainan mempromosikan pembangunan taman tersebut, memperkuat pemulihan hutan hujan tropis, dan melakukan proyek relokasi ekologis di area lindung inti, seperti menanam lebih banyak pohon untuk menyediakan makanan bagi owa Hainan.
Untuk owa, upaya perlindungannya termasuk penegakan hukum yang ketat, yang menargetkan aktivitas ilegal seperti perburuan liar, kata Huang.
"Kami juga melakukan survei lapangan untuk memantau status quo owa," ujar Huang. "Selain itu, kami memulihkan habitat mereka dan memperbanyak tanaman yang sesuai dengan jenis makanan owa."
Sebuah pusat penelitian juga telah didirikan, dengan para pakar dari China dan luar negeri bersama-sama memberikan saran untuk perlindungan satwa tersebut, imbuh Huang.
Populasi owa Hainan ini diperkirakan akan mencapai antara 60 hingga 70 ekor pada 2035, selama upaya perlindungan yang ada saat ini dan stabilitas lingkungan dapat dipertahankan, menurut sebuah laporan yang dirilis bersama oleh Institut Taman Nasional Hainan dan Departemen Kehutanan Provinsi Hainan, demikian Xinhua dikutip Senin.
Penerjemah: Xinhua
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2022