Pertumbuhan industri asuransi yang optimal membutuhkan optimalisasi data dan digitalisasi
Jakarta (ANTARA) - Chief Executive Officer (CEO) PT BRI Asuransi Indonesia (BRINS) Fankar Umran menilai analisis data penting bagi industri asuransi dalam optimalisasi kinerja bisnis.
"Hal ini karena saat ini industri dihadapkan dengan era disrupsi teknologi digital dimana perusahaan asuransi saling berkompetisi lantaran perusahaan teknologi finansial atau fintech juga mulai dikenal di masyarakat," kata Fankar dalam acara "Indonesia Financial Sektor Outlook (IFSO) 2023 Majalah Stabilitas", seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Senin.
Dengan demikian, pertumbuhan industri asuransi yang optimal membutuhkan optimalisasi data dan digitalisasi. Pemanfaatan teknologi digital untuk proses bisnis dilakukan dengan tetap menjaga sentuhan personal yang berkualitas (high tech and high touch).
Selain itu, Fankar menyebutkan tata kelola perusahaan harus tetap memperhatikan rambu-rambu manajemen risiko yang baik dalam menangkap peluang untuk tumbuh lantaran sangat penting dan harus dipersiapkan. Hal tersebut karena pembacaan data bisa berbeda meski data yang disediakan sama, bahkan bisa kontradiktif.
Bagi perusahaan asuransi, proteksi kendaraan bermotor memiliki risiko yang tinggi karena kecelakaan bisa terjadi kapan saja, meskipun membawa kendaraan dengan hati-hati namun tetap ada risiko di jalanan. Untuk itu, tidak cukup dengan membaca data hanya dari internal, tetapi juga sumber dari luar perusahaan.
Sektor ekonomi memiliki tiga pilar, yakni pendanaan, pembinaan, dan proteksi. Namun dengan ekonomi yang besar, kontribusi proteksi atau asuransi masih menjadi yang terkecil ke perekonomian Indonesia.
Tak heran jika sumbangan asuransi terhadap produk domestik bruto (PDB) di Indonesia hanya 0,47 persen. Sementara sumbangan asuransi di Malaysia telah menyentuh angka 4,28 persen PDB dan negara maju di atas 10 persen.
Meski berdasarkan data head-to-head sumbangannya memang kecil, dirinya mengungkapkan asuransi umum menentukan pertumbuhan ekonomi lantaran asuransi berperan penting dalam dunia ekonomi, khususnya ekspor dan perdagangan baik di luar dan dalam negeri.
Salah satu pemicu rendahnya kontribusi asuransi ke PDB antara lain karena tingkat literasi dan inklusi asuransi sangat rendah, yaitu hanya sebesar 31 persen dari penduduk Indonesia. Padahal, literasi dan inklusi perbankan sudah mencapai 50 persen.
"Rendahnya literasi terjadi karena persepsi masyarakat terkait industri asuransi yang belum sesuai. Maka dari itu, perusahaan asuransi perlu mempelajari bagaimana cara membangun persepsi yang baik," ujarnya.
Ia menilai potensi bagi bisnis asuransi umum sebenarnya sangat besar, utamanya peluang memproteksi bisnis UMKM karena ekonomi Indonesia ditopang oleh UMKM. Jumlah pelaku UMKM di Indonesia tahun 2022 sebanyak 78,05 juta dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 60 persen.
Kontribusi besar UMKM inilah yang tetap memerlukan proteksi. Asuransi mikro hingga saat ini tercatat hanya 17 persen di Indonesia, meski iurannya hanya Rp50 ribu setahun.
Baca juga: CEO BRI Insurance dapat penghargaan Top Executive of Insurance 2022
Baca juga: BRI Insurance dinobatkan sebagai Insurance Market Leader 2022
Baca juga: BRINS gaet komunitas motor listrik tingkatkan minat asuransi milenial
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022