Bukan kebetulan
Sepak bola menjadi salah satu yang menyatukan dan menyemangati Kroasia, walaupun sepak bola juga bisa disebut turut membuat Perang Balkan semakin brutal.
Ini karena sejak era Yogoslavia sudah ada fanatisme klub yang umumnya berbasis etnis, seperti Dinano Zagreb untuk etnis Kroasia dan Red Star Belgrade untuk etnis Serbia.
Bahkan ada yang bilang pemicu Perang Balkan sebenarnya adalah kerusuhan yang terjadi saat pertandingan Dinamo Zagreb melawan Red Star Belgrade pada 1990.
Timnas Kroasia mewarisi identitas Kroasia semasa era Yogoslavia. Tak heran, pemain Kroasia dilihat bak pahlawan nasional dan simbol identitas etnonasionalisme.
Pertandingan sepak bola pun dianggap sebagai ajang menguatkan dan menebalkan nasionalisme.
Lahir pada 1980-an dan 1990-an, para pemain Kroasia saat ini pun masih menanggung jejak Perang Balkan yang brutal nan sulit terhapus dari ingatan bangsa.
Jika tim Kroasia pada 1998 menjadi perlambang untuk kelahiran Kroasia, maka tim 2018 adalah tentang kisah masa depan sebuah negara yang akhirnya mewujudkan janji mencapai level tertinggi dalam final Piala Dunia.
Akan halnya 2022, adalah kesempatan untuk membuktikan bahwa prestasi Kroasia pada 2018 bukanlah kebetulan.
Faktanya, walaupun menyerah 0-3 kepada Argentina dalam semifinal, Kroasia telah membuktikan diri bukan tim yang mencapai level puncak karena kebetulan.
Peringkat ketiga Piala Dunia 2022 adalah buktinya.
Indahnya ini pun bukan yang pertama mereka lakukan karena pada 1998 pun sudah mereka rengkuh, bahkan pada 2018 nyaris masuk barisan elite negara-negara yang menjuarai Piala Dunia.
Baca juga: Kroasia peringkat ketiga Piala Dunia 2022 setelah kalahkan Maroko 2-1
Baca juga: Perebutan tempat ketiga tak kalah seru dari final
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2022