Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto mengatakan Undang-Undang Perjanjian RI-Singapura tentang Ekstradisi Buronan yang baru saja disahkan DPR RI mempersempit ruang gerak kriminal.
Dengan UU tersebut, kata Didik, negara akhirnya bisa mengadili pelaku tindak kriminal yang melarikan diri ke negara lain setelah kepolisian setempat di mana pelaku kriminal tersebut berhasil menangkapnya.
"Dengan perjanjian ekstradisi ini, maka negara yang terlibat bisa saling mempersempit ruang gerak kriminal," kata Didik dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Dia menjelaskan Undang-Undang Perjanjian RI-Singapura tentang Ekstradisi Buronan berkaitan dengan topik hubungan internasional, khususnya hukum internasional.
Sedianya, lanjutnya, suatu negara tidak ada kewajiban untuk menyerahkan buronan yang kabur ke negaranya kembali ke negara tempat asal kriminal tersebut, karena pada dasarnya tiap negara berdaulat tidak ada kewajiban internasional.
Sementara, kata Didik, menangkap buronan kriminal yang lari ke luar negeri bukanlah perkara yang mudah, di mana masih banyak pula buronan kriminal yang belum tertangkap.
"Karena itulah banyak negara di dunia ini membuat perjanjian ekstradisi termasuk Indonesia dan Singapura," tambahnya.
Baca juga: Peneliti: UU Ekstradisi Buronan angin segar pemberantasan korupsi
Oleh karena itu, dia berharap UU tersebut mempermudah penangkapan kriminal yang bersembunyi di luar negeri dan menjadi tolok ukur kemampuan menangkap kriminal, serta mengatasi masalah yurisdiksi.
"Dengan demikian, idealnya (UU ini) akan mempermudah untuk menangkap para buronan atau kriminal yang lari ke luar negeri," jelasnya.
Sebelumnya, Kamis (15/12), Rapat Paripurna ke-13 DPR RI Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023 menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengesahan Perjanjian antara Pemerintah RI dan Pemerintah Singapura tentang Ekstradisi Buronan menjadi UU.
"Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan Perjanjian antara Pemerintah RI dan Pemerintah Singapura tentang Ekstradisi Buronan dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" kata Ketua DPR RI Puan Maharani dalam Rapat Paripurna di Gedung DPR RI, Jakarta.
Pertanyaan itu dijawab setuju oleh seluruh anggota dan perwakilan fraksi yang hadir pada Sidang Paripurna DPR RI.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI Yasonna H. Laoly mengatakan pengesahan RUU tersebut perlu sebagai bentuk tindak lanjut dari perjanjian antara Pemerintah RI dan Pemerintah Singapura, yang telah ditandatangani oleh kedua negara pada 25 Januari 2022 di Bintan, Kepulauan Riau.
Dia menjelaskan perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan Singapura tentang ekstradisi buronan tersebut mengatur sejumlah hal, di antaranya kesepakatan para pihak untuk melakukan ekstradisi, tindak pidana yang dapat diekstradisikan, dasar ekstradisi, pengecualian wajib terhadap ekstradisi, permintaan dan dokumen pendukung, serta pengaturan penyerahan.
Baca juga: Komisi III: Ekspektasi rakyat tinggi atas UU Ekstradisi Buronan
Baca juga: DPR RI sahkan RUU Ekstradisi Buronan dengan Singapura jadi UU
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022