Contohnya KPK yang sampai detik ini gagal menangkap Harun Masiku.

Jakarta (ANTARA) - Peneliti Pusat Studi Anti-Korupsi (Saksi) Universitas Mulawarman Samarinda Herdiansyah Hamzah mengatakan bahwa Undang-Undang Perjanjian RI dan Singapura tentang Ekstradisi Buronan memberi angin segar bagi pemberantasan korupsi.

"Secara matematis, di atas kertas UU ini tentu saja memberikan angin segar bagi pemberantasan korupsi," kata Herdiansyah dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.

Hal itu, lanjut dia, terutama berkaitan dengan upaya penangkapan buron kasus korupsi yang kerap kali bersembunyi di wilayah hukum atau yurisdiksi Singapura.

Ia mengatakan bahwa publik pun berharap dengan UU tersebut aparat penegak hukum tidak hanya mengejar buron kasus-kasus korupsi, tetapi mengejar pula aset-asetnya sekaligus.

"Percuma menangkap buron, tetapi justru melepas aset-aset hasil kejahatannya," ujar dia.

Meski demikian, dia mengingatkan bahwa efektivitas keberadaan Undang-Undang Perjanjian RI dan Singapura tentang Ekstradisi Buronan terhadap pemberantasan korupsi bergantung pada komitmen dan keseriusan dari aparat penegak hukum itu sendiri.

"Tidak ditentukan dari regulasinya semata, tetapi juga sejauh mana keseriusan dan komitmen aparat penegak hukum kita dalam mengoptimalkan UU itu," tuturnya.

Untuk itu, dia berharap agar UU tersebut tidak berakhir sia-sia menjadi peraturan tertulis belaka yang tidak mampu dieksekusi secara efektif.

"Kalau penegak hukum kita keropos dan tidak punya keseriusan mengejar pelaku korupsi, ya, percuma dan mubazir UU itu. Contohnya KPK yang sampai detik ini gagal menangkap Harun Masiku," kata Herdiansyah.

Sebelumnya, Kamis (15/12), Rapat Paripurna Ke-13 DPR RI Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022—2023 menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengesahan Perjanjian antara Pemerintah RI dan Pemerintah Singapura tentang Ekstradisi Buronan menjadi undang-undang.

"Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan Perjanjian antara Pemerintah RI dan Pemerintah Singapura tentang Ekstradisi Buronan dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" kata Ketua DPR RI Puan Maharani dalam Rapat Paripurna di Gedung DPR RI, Jakarta.

Pertanyaan itu dijawab setuju oleh seluruh anggota dan perwakilan fraksi yang hadir pada Sidang Paripurna DPR RI.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI Yasonna H. Laoly menyebut pengesahan RUU tersebut perlu sebagai bentuk tindak lanjut dari perjanjian antara pemerintah RI dan pemerintah Singapura yang telah ditandatangani oleh kedua negara pada tanggal 25 Januari lalu di Bintan, Kepulauan Riau.

Ia menjelaskan bahwa perjanjian antara pemerintah Indonesia dan Singapura tentang ekstradisi buronan tersebut mengatur sejumlah hal, di antaranya kesepakatan para pihak untuk melakukan ekstradisi, tindak pidana yang dapat diekstradisikan, dasar ekstradisi, pengecualian wajib terhadap ekstradisi, permintaan dan dokumen pendukung, serta pengaturan penyerahan.

Baca juga: DPR RI sahkan RUU Ekstradisi Buronan dengan Singapura jadi UU
Baca juga: Komisi III: RUU Ekstradisi Buronan maksimalkan penegakan hukum

Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022