Jakarta (ANTARA News) - Mantan Wakil Panglima Pasukan Pejuang Integrasi (PPI) Timor Timur (Timtim) Eurico Gutteres akhirnya memulai masa hukuman 10 tahunnya setelah mobil Kijang hitam BE 209 yang membawanya dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta tiba di halaman LP Cipinang Jakarta, Kamis Pukul 18.40 WIB.
Dalam proses eksekusi yang mendapat pengawalan ketat aparat kepolisian itu, Eurico dielu-elukan puluhan simpatisan dan pendukungnya -- anggota Front Pembela Merah Putih, Komite Nasional Korban Politik Timor Timur, dan Partai Amanat Nasional (PAN).
Kendati sudah berada di halaman LP Cipinang Pukul 18.40 WIB, Eurico baru bisa masuk ke dalam kompleks penjara sekitar 25 menit kemudian karena pendukungnya sempat membacakan pernyataan sikap dalam suasana yang hiruk pikuk. Selama masa penungguan itu, Eurico tampak duduk di barisan kedua di mobil yang menjemput dan membawanya dari Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta sekitar Pukul 17.26 WIB itu.
Dalam pernyataan sikap yang dibacakan seorang aktivis Komite Nasional Korban Politik Timor Timur itu, terdapat tujuh poin yang menjadi tuntutan para pendukung Eurico.
Ke-tujuh tuntutan itu adalah perlunya segera penyelesaian aset WNI di Timor Leste, pemberdayaan ekonomi warga eks Timor Timur, pembayaran uang penghargaan anggota DPRD eks Timtim, pemberian kompensasi kepada seluruh mantan anggota Kamra eks Timtim, dan perlunya kenaikan pangkat bagi PNS, TNI/Polri.
Seterusnya, pemerintah diminta memberikan beasiswa pendidikan kepada anak-anak pengungsi, pemukiman dan perumahan yang layak bagi seluruh warga eks Timtim, serta pemberian penghargaan bagi mantan pejuang Timtim.
Sambutan bak pahlawan dari para pendukung dan simpatisan mantan Wakil Panglima Pasukan Pejuang Integrasi Timtim itu sudah terasa sejak dari Kupang hingga tiba di Terminal I B Bandara Soekarno-Hatta sekitar Pukul 17.26 WIB.
Mengenakan baju batik warna putih emas dan celana panjang hitam, Eurico yang tiba di Bandara Soekarno-Hatta dengan pesawat Sriwijaya Air dielu-elukan massa dengan teriakan "Merdeka-Merdeka".
Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan Eurico Guterres dan mengabulkan putusan Pengadilan tingkat sebelumnya yang menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara kepada Eurico.
Hukuman itu dikenakan kepada Eurico dalam kasus pelanggaran HAM berat di Timtim pasca-referendum 1999, yang dimenangkan kelompok pro-kemerdekaan dan ia akan menjalani hukuman mulai 4 Mei 2006 ini.
Eurico tampak meneteskan air mata ketika mengingat peristiwa 1959 dan 1976, di mana orang tua dan saudaranya dibunuh oleh kelompok yang dipimpin Xanana Gusmao dan pasukannya dan tidak tahu dibuang kemana.
"Ini sejarah yang tidak akan saya lupakan, karena orang tua dan saudara saya dibunuh dan dibuang kemana, sampai hari ini saya tidak tahu," katanya terbata-bata.
Dia berjanji, setelah bebas dari hukuman akan kembali ke Timor Timur untuk mencari kuburan orang tuanya.
Eurico juga menyatakan penyesalannya karena dunia internasional dan pemerintah Indonesia tidak adil dalam melihat persoalan di Timor Timur.
Peristiwa yang terjadi pasca-referendum 1999 merupakan kelanjutan dari peristiwa 1959 dan 1976, tetapi mengapa hanya peristiwa 1999 yang diusut.
"Ini menunjukkan bahwa dunia internasional dan pemerintah Indonesia tidak adil dan menunjukkan keberpihakan kepada kelompok tertentu," katanya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006