Stabilitas perekonomian negara-negara pada saat pandemi COVID-19 yang terjadi selama dua tahun terakhir sangat tergantung pada peran perbankan dalam melakukan fungsi intermediasi, dan peningkatan inklusi keuangan

Jakarta (ANTARA) - Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Haru Koesmahargyo menyebutkan peran penting perbankan dalam menjaga stabilitas ekonomi suatu negara saat pandemi melanda.

"Stabilitas perekonomian negara-negara pada saat pandemi COVID-19 yang terjadi selama dua tahun terakhir sangat tergantung pada peran perbankan dalam melakukan fungsi intermediasi, dan peningkatan inklusi keuangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, usaha mikro, kecil dan menengah," ujar Haru dalam keterangan di Jakarta, Kamis.

Bank BTN, lanjut Haru, mendukung pemulihan ekonomi Indonesia khususnya dari sektor properti. Pandemi telah memacu perbankan menguatkan digitalisasi dalam layanan bank, termasuk BTN yang tahun lalu telah meluncurkan website dan aplikasi BTN Properti for Developer, Smart Residence dan transformasi dengan penerapan beberapa inisiatif strategi setelah terbukti menunjukkan hasil yang positif.

"Beberapa hal yang kami jalankan adalah dengan memperkuat sentralisasi proses bisnis dan memfokuskan kantor cabang pada penjualan, kami juga memperkuat pencadangan kredit bermasalah untuk memperkuat pondasi Bank BTN dalam menjalankan ekspansi bisnis serta meningkatkan jumlah dana murah yang terbukti berhasil menurunkan cost of fund secara signifikan," kata Haru.

Hal itu disampaikan Haru dalam Pertemuan ke-28 WSBI Asia Pacific Regional Meeting dengan tema “Sustainable and Resilient - Savings and Retail Banks in the Post-Pandemic Era” yang diselenggarakan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk bersama World Saving Bank Institute (WSBI) atau asosiasi bank ritel dan tabungan internasional.

Dalam kesempatan yang sama, Peter Simon selaku Managing Director dari WSBI European Saving & Retail Bank menyampaikan bahwa perbankan menjadi garis pertahanan utama yang menyokong stabilitas perekonomian. Setelah pandemi, Simon mengungkapkan tantangan perekonomian tetap lebih menantang khususnya di Eropa.

"Banyak yang berharap, setelah pandemi berakhir, seolah-olah dalam beberapa bulan semuanya bisa kembali seperti sebelum Januari 2020. Apa yang kita semua lihat agak berbeda. Sekarang jelas bahwa tahun-tahun pandemi meninggalkan sejumlah perubahan permanen bagi kita. Krisis di Ukraina, prospek geopolitik yang lebih rumit, dan meningkatnya inflasi di Eropa dan Amerika Utara mempersulit kami untuk beradaptasi dengan perubahan tersebut," ujar Simon.

Terkait dengan tema pertemuan WSBI, Simon menjelaskan bahwa perbankan dituntut oleh para pemangku kepentingan, pemerintah, maupun masyarakat untuk meningkatkan digitalisasi dan perekonomian berkelanjutan. Ia menilai urgensi transisi ke model ekonomi yang lebih berkelanjutan semakin nyata.

"Tantangan terbesar kita di abad baru ini adalah mengambil ide yang tampak abstrak yaitu pembangunan berkelanjutan dan mengubahnya menjadi kenyataan bagi semua orang di dunia," kata Simon.

Simon menilai ada sejumlah prioritas untuk merealisasikan ide mengenai hal tersebut, diantaranya berinvestasi dalam solusi berbasis alam, proaktif berkolaborasi dengan masyarakat, dematerialisasi model bisnis dan meningkatkan tata kelola dan kolaborasi global yang efektif.

"Saya percaya bahwa ada alasan kuat untuk optimisme di masa depan. Namun Keberlanjutan dan Ketahanan itu hanya akan dapat dilanjutkan dan dicapai jika kita memiliki strategi yang matang," ujar Simon.

Baca juga: Presiden teken PP penambahan penyertaan modal ke BTN Rp2,48 triliun
Baca juga: Jelang rights issue, laba BTN naik 44,3 persen
Baca juga: Bank DKI pimpin sindikasi kredit Rp1,5 triliun

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022