Jakarta (ANTARA News) - Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pekerja (SP) PT PLN mendesak pemerintah segera mengganti Direktur Utama PLN Eddie Widiono menyusul statusnya sebagai tahanan Mabes Polri karena terkait kasus korupsi sejak Rabu (3/5) malam. Ketua Umum SP PLN Ahmad Daryoko di Jakarta Kamis mengatakan, penahanan Eddie sudah pasti akan mempengaruhi kelancaran operasional PLN. "Meski sudah ditunjuk pelaksana tugas, namun kami berpendapat, penahanan Eddie tetap akan berdampak pada jalannya perusahaan," katanya. SP PLN, lanjutnya, meminta pemerintah segera menunjuk Dirut PLN baru yang tidak terkait kepentingan politik dan juga kapitalis, yakni orang-orang yang selama ini mendukung kebijakan liberalisasi sektor ketenagalistrikan. "Kami minta Dirut baru yang mampu membenahi PLN khususnya pemberantasan korupsi," katanya. Sebelumnya, Deputi Menneg BUMN Bidang Usaha Pertambangan Industri Strategi Energi dan Komunikasi (UPISET) Roes Aryawijaya menyatakan, pemerintah belum berencana mengganti Dirut PLN meski telah berstatus tahanan Mabes Polri. Menurut Roes, pemerintah baru akan mengganti Eddie apabila kasusnya sudah berkekuatan hukum tetap yakni divonis pengadilan. Sebelum Eddie, dalam kasus yang sama, polisi sudah menahan Direktur Pembangkitan dan Energi Primer PLN Ali Herman Ibrahim. Selama Eddie ditahan, tugas sehari-hari, dijalankan Pelaksana Tugas (Plt) Juanda Nugraha Ibrahim yang kini menjabat sebagai Direktur SDM PLN. Eddie Widiono akhirnya ditahan penyidik Direktorat Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Polri, Rabu (3/4) malam sekitar pukul 19.30 WIB sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi di PLTG Borang, Palembang yang merugikan negara Rp122 miliar setelah melalui serangkaian pemeriksaan. Sebelum ditahan, Eddie sudah diperiksa sebagai tersangka dua kali dan enam kali sebagai saksi. Eddie selama ini bersikap kooperatif dan tidak mangkir guna memenuhi panggilan penyidik. Dalam kasus ini, selain Eddie dan Ali, polisi juga menahan Deputi Direktur Pembangkitan PLN Agus Darnadi dan rekanan PLN Johanes Kennedy Aritonang.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006