Jakarta (ANTARA) - Terdakwa kasus obstruction of justice atau merintangi penyidikan pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Irfan Widyanto, mengaku tidak memiliki surat perintah untuk mengganti DVR CCTV di Kompleks Polri Duren Tiga.
“Tidak ada,” ucap Irfan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis.
Pernyataan tersebut sisampaikan Irfan ketika menjawab pertanyaan jaksa dalam persidangan Agus Nurpatria dan Hendra Kurniawan terkait dengan keberadaan surat perintah penggantian DVR CCTV itu.
Jaksa pun sempat menyinggung soal adanya prosedur yang harus dijalani untuk mengambil DVR CCTV tersebut.
Irfan menjelaskan bahwa kedatangannya ke Kompleks Polri Duren Tiga pada Sabtu, 9 Juli 2022, itu dilandasi perintah dari atasannya, yakni mantan Kanit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri Ari Cahya.
"Saya saat itu datang ke Duren Tiga atas perintah Kanit saya (Ari Cahya) langsung," kata Irfan Widyanto.
Irfan mengaku saat itu menerima mandat dari Ari Cahya untuk bertemu dengan mantan Kaden A Ropaminal Agus Nurpatria yang kemudian menyuruhnya mengambil DVR CCTV di Kompleks Polri Duren Tiga dan kediaman Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan Ridwan Soplanit.
Irfan mengaku tidak mengetahui apakah saat itu ada surat perintah dari Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri untuk melakukan pengambilan DVR CCTV tersebut. Hanya saja, ia mengaku tak pernah memegang surat perintah itu.
Jaksa menggarisbawahi bahwa setiap tindakan hukum yang dilakukan seharusnya disertai dengan adanya surat perintah.
Oleh karena itu, jaksa memandang krusial keberadaan suatu surat perintah, meski perintah itu dituturkan oleh pihak yang berwenang. Terlebih surat perintah itu masih tidak ada pada Irfan bahkan hingga hari ini.
Dalam persidangan ini, Irfan Widyanto memberikan keterangan sebagai saksi mahkota untuk terdakwa Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria.
Irfan, Hendra, dan Agus didakwakan atas perkara merintangi penyidikan dalam kasus pembunuhan Brigadir J, bersama dengan empat anggota Polri lainnya, yakni Ferdy Sambo, Arif Rachman Arifin, Baiquni Wibowo, dan Chuck Putranto.
Ketujuhnya pun didakwakan atas pasal 49 jo pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2022