Tokyo (ANTARA) - Saham-saham Asia merosot pada perdagangan Kamis, mengikuti penurunan di Wall Street setelah Federal Reserve (Fed) AS memproyeksikan suku bunga yang lebih tinggi akan bertahan untuk sementara waktu.

Imbal hasil obliigasi pemerintah AS tetap tertekan dan kurva sangat terbalik karena para pedagang terus khawatir bahwa kebijakan yang lebih ketat akan memicu resesi. Dolar AS merana di dekat level terendah enam bulan terhadap mata uang utama.

Meningkatnya infeksi COVID-19 dan data ekonomi yang mengecewakan di China juga membebani sentimen investor.

Indeks MSCI dari saham Asia-Pasifik merosot 0,94 persen, setelah naik setinggi 160,37 di sesi sebelumnya untuk pertama kalinya sejak akhir Agustus.

Nikkei Jepang berakhir turun 0,37 persen, KOSPI Korea Selatan ditutup jatuh 1,60 persen, indeks acuan S&P/ASX 200 Australia menetap 0,64 persen lebih rendah, indeks Hang Seng Hong Kong jatuh 1,55 persen dan indeks saham unggulan China daratan CSI 300 turun 0,07 persen.

Semalam Indeks S&P 500 AS kehilangan 0,61 persen, meskipun e-Mini berjangka menunjukkan sedikit kenaikan 0,09 persen untuk pembukaan kembali pada Kamis.

Eropa menuju pembukaan yang lebih rendah, dengan DAX berjangka menunjukkan 0,37 persen lebih lemah dan FTSE berjangka tergelincir 0,09 persen.

Baca juga: Saham Asia dibuka turun, Fed yang "hawkish" picu kekhawatiran resesi

Ketua The Fed Jerome Powell mengatakan pada Rabu (14/12/2022) bahwa bank sentral akan memberikan lebih banyak kenaikan suku bunga tahun depan bahkan ketika ekonomi tergelincir ke arah kemungkinan resesi, dengan alasan bahwa biaya yang lebih tinggi akan dibayar jika bank sentral AS tidak menguasai inflasi dengan lebih kuat.

Komentar tersebut mengikuti keputusan The Fed untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin seperti yang diharapkan - turun dari kenaikan 75 basis poin baru-baru ini - tetapi memproyeksikan suku bunga terminal di atas 5,0 persen, tingkat yang tidak terlihat sejak penurunan ekonomi yang tajam pada 2007.

"Ini adalah sinyal yang sangat hawkish dari Fed: suku bunga terminal yang jauh lebih tinggi daripada di September yang juga memiliki risiko kenaikan nyata yang melekat padanya," tulis analis TD Securities dalam catatan klien.

"The Fed pada dasarnya mengakui pada pertemuan ini bahwa inflasi kemungkinan akan tetap lebih kuat dari perkiraan semula, memerlukan sikap kebijakan yang lebih ketat, yang pada akhirnya akan mendorong ekonomi AS ke dalam resesi pada tahun 2023," tambah mereka.

"Pelemahan aset-aset berisiko dan perataan kurva menunjukkan bahwa ketakutan resesi mungkin menjadi pendorong dominan aksi harga pasar."

Baca juga: Dolar menguat di Asia, Fed isyaratkan kenaikan suku bunga lebih lanjut
Imbal hasil obligasi pemerintah AS 10 tahun turun menjadi 3,49 persen di perdagangan Tokyo, dengan imbal hasil dua tahun juga turun menjadi 4,24 persen.

Selisih keduanya sedikit melebar ke negatif 75,2 basis poin. Kurva imbal hasil terbalik telah menjadi indikator resesi yang andal di masa lalu.

Indeks dolar - yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama, termasuk euro dan sterling - bertahan di dekat level terendah semalam di 103,44, level yang tidak terlihat sejak 16 Juni. Terakhir berdiri 0,16 persen lebih kuat di 103,82.

Beberapa analis menafsirkan reaksi dalam suku bunga dan pasar mata uang sebagai tanda bahwa pedagang meragukan narasi kebijakan Powell, mempertahankan taruhan untuk pelonggaran inflasi sebelumnya dan perubahan arah Fed yang lebih cepat.

"Intinya, pasar masih berpandangan bahwa inflasi mengarah ke target pada 2023," tulis Kepala Riset Pepperstone, Chris Weston, dalam catatan klien. "Kemungkinan hasil dari kebuntuan potensial antara Fed dan pasar adalah volatilitas."

Euro melemah 0,22 persen menjadi 1,0659 dolar, tetapi masih mendekati puncak lebih dari enam bulan Rabu (14/12/2022) di 1,0695 dolar.

Sterling melemah 0,28 persen menjadi 1,2393 dolar, tidak jauh dari puncak semalam di 1,2446 dolar, juga yang terkuat dalam waktu enam bulan.

Mata investor sekarang akan diarahkan pada keputusan kebijakan dari Bank Sentral Eropa dan Bank Sentral Inggris pada Kamis waktu setempat, karena para pejabat di sana juga bersiap untuk menaikkan suku bunga lagi melawan meningkatnya risiko yang memicu resesi.

Minyak mentah memberikan kembali sebagian keuntungannya dari semalam, ketika didukung oleh proyeksi dari OPEC dan Badan Energi Internasional tentang rebound permintaan tahun depan, sebagian didorong oleh pembukaan kembali China.

Namun, ekonomi China kehilangan lebih banyak kekuatan pada November karena output pabrik melambat dan penjualan ritel memperpanjang penurunan, tertatih-tatih oleh lonjakan infeksi COVID-19 dan pembatasan pergerakan yang meluas.

Minyak mentah berjangka Brent turun 64 sen atau 0,8 persen, menjadi diperdagangkan di 82,06 dolar AS per barel. Minyak mentah berjangka AS turun 74 sen atau 1,0 persen, menjadi diperdagangkan di 76,54 dolar AS per barel.

Baca juga: Harga minyak turun, tertekan penguatan dolar dan kenaikan suku bunga

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022