Benteng Martello yang di Kelor itu kan tidak ada penghalang, berbeda dengan kondisi Martello yang ada di Bidadari. Jadi kalau melihat langsung, sebenarnya benteng Martello yang ada di pulau Kelor itu batanya  sudah menipis,

Jakarta (ANTARA) - Kepala Unit Pengelola Museum Kebaharian Jakarta Mis'Ari mengatakan pihaknya terus mengupayakan pelestarian dan pengembangan menara atau benteng Martello, terutama yang terletak di Pulau Kelor yang merupakan bagian dari Taman Arkeologi Onrust.

“Kami tidak menutup mata bahwa benteng Martello ini harus diperhatikan oleh banyak pihak, terlebih kami sebagai Unit Pengelola yang mengampu untuk bisa menjaga kelestarian dan juga pengembangannya, pemanfaatannya di tempat ini,” kata Mis'Ari di Jakarta, Kamis.

Dia menggambarkan sebagian besar komponen bangunan menara yang tersisa, terutama bagian pintu masuk, mulai memprihatinkan. Oleh sebab itu, menurut Mis'Ari, pihaknya berkolaborasi bersama Pusat Konservasi Cagar Budaya dan Balai Konservasi Borobudur untuk dilakukan pemeliharaan. Selain itu, akan dilakukan pula kajian-kajian oleh pihak Balai Konservasi Borobudur mengenai kondisi terkini benteng Martello.

Dia mengatakan bahwa faktor kondisi alam, seperti angin besar dan ombak, tidak bisa dipungkiri untuk betul-betul dihindari sehingga dapat mempengaruhi bangunan secara fisik. Bahkan ombak dari pantai bisa masuk ke dalam benteng karena tidak adanya penghalang ombak di Pulau Kelor. Bata-bata yang menyusun benteng Martello di pulau itu pun juga sudah menipis.

“Benteng Martello yang di Kelor itu kan tidak ada penghalang, berbeda dengan kondisi Martello yang ada di Bidadari. Jadi kalau melihat langsung, sebenarnya benteng Martello yang ada di pulau Kelor itu batanya sudah menipis,” kata dia.

Mengingat permasalahan tersebut, menurut Mis'Ari, pihaknya juga mengupayakan kerja sama dengan Dinas Sumber Daya Air (SDA) untuk mencegah banjir rob sampai ke dalam benteng Martello yang dimulai dengan melakukan kajian dan dilanjutkan dengan pembangunan breakwater atau pemecah gelombang.

“SDA fokus mulai tahun ini kajiannya, sudah mau selesai. Kemudian mulai tahun depan akan dibangun untuk breakwater yang tentunya sesuai dengan kajian dan mengadaptasi kondisi cagar budaya yang ada, mulai dari Kelor kemudian ke pulau Onrust dan juga sampai ke Bidadari. Itu yang kami lakukan,” kata dia.

Mis'Ari berharap adanya dukungan dari semua pihak untuk pelestarian dan pemanfaatan benteng Martello yang merupakan bangunan cagar budaya dan memiliki nilai sejarah, termasuk juga masukan agar benteng Martello bisa mengadaptasi teknologi terkini.

Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Sejarawan Asep Kambali mengatakan pemanfaatan teknologi berbasis augmented reality (AR) diharapkan dapat dicanangkan dan diluncurkan untuk benteng Martello. Dengan begitu, pengunjung bisa mendapatkan rekonstruksi atau gambaran bangunan utuh.

Sebagai informasi, Martello dulunya berfungsi sebagai menara pengawas atau benteng pertahanan dan dilengkapi dengan persenjataan yang diperkirakan dibangun pada abad ke-19 pada masa Revolusi Prancis. Benteng bundar ini juga dapat dijumpai lebih banyak di Inggris dan beberapa negara lainnya.

Asep, yang juga merupakan Dewan Pakar Komite Memori Kolektif Bangsa ANRI, menjelaskan pemanfaatan bahkan pengalihfungsian Martello bukan merupakan sesuatu yang baru. Dia mencontohkan bagaimana Martello Tower Y yang terletak di Inggris direvitalisasi menjadi bangunan modern namun tidak meninggalkan bentuk aslinya.

Menurut dia, kekhawatiran akan kehilangan situs sejarah tentu harus dimiliki oleh generasi sekarang. Selama pemanfaatan situs sejarah tidak merusak komponen aslinya, hal tersebut bukan merupakan masalah.

“Selama tidak merusak, selama itu kemudian membuat fungsi menjadi lebih vital menjadi lebih bagus dan menjadi lebih bermanfaat, saya kira bukan masalah. Cuma memang tadi, betonisasi ini juga ini harus hati-hati,” ujar Asep.

Baca juga: 50 cagar budaya di Jakarta ditetapkan selama 2018-2022
Baca juga: 107 situs objek sejarah di Kabupaten Bekasi dikaji ulang

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Desi Purnamawati
Copyright © ANTARA 2022