Pasti sudah memperhatikan norma dan adat istiadat yang ada di tengah masyarakat.
Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Borobudur Profesor Faisal Santiago meyakini bahwa para pembuat kebijakan telah memperhatikan norma dan adat istiadat yang berlaku di masyarakat Indonesia dalam menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
“Pasti sudah memperhatikan norma dan adat istiadat yang ada di tengah masyarakat, bukan melihat kehidupan dan norma negara lain,” kata Profesor Faisal ketika dihubungi dari Jakarta, Rabu.
Faisal menjelaskan, apabila ada pasal-pasal yang mengganggu kebebasan dan hak asasi manusia (HAM), tentu ada pertanyaan apakah hal tersebut melanggar budaya dan nilai-nilai Pancasila yang ada.
“Saya masih percaya bahwa undang-undang dibuat untuk melindungi segenap masyarakat. Akan tetapi, apabila ada hal yang bertentangan dengan UUD 1945, siapkan untuk melakukan JR (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi,” ujar Profesor Faisal.
Lebih lanjut, Guru Besar Ilmu Hukum ini juga meyakini bahwa para pembuat undang-undang tentu memiliki tujuan untuk melindungi manusia dan masyarakat secara keseluruhan.
Dalam setiap kebijakan, kata Faisal, tentu akan timbul pro dan kontra, terlebih apabila ada pihak yang terganggu terhadap penerapan-penerapan pasal yang ada di dalam KUHP baru.
Dalam penuturannya, ia kembali menegaskan bahwa budaya dan perilaku setiap negara tentu berbeda-beda, baik dalam penerapannya maupun pelaksanaannya.
“Khusus bangsa Indonesia, tidak akan terlepas dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat dan Pancasila,” kata Faisal.
“Saya pikir, KUHP yang baru disahkan, di balik kekurangannya, tentu banyak juga kelebihannya,” ujar Faisal pula.
Baca juga: Guru besar: KUHP yang baru bersifat netral dan demokratis
Baca juga: Jaksa Agung minta jaksa pelajari pasal-pasal KUHP baru
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2022