Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Serikat Buruh Jabotabek (SBJ), Sutrisno Sastromiharjo, menegaskan aksi unjuk rasa buruh akan tetap dilaksanakan sampai tuntutan para buruh untuk menolak draf revisi UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terpenuhi. "Draf revisi UU tersebut secara subtansial jelas-jelas mengabaikan tanggungjawab pemerintah terhadap perlindungan buruh," kata Sutrisno, di Jakarta, Kamis. Menurut dia, aksi unjuk rasa buruh akan terus dilakukan dan dia mengimbau segenap rakyat pekerja melakukan konsolidasi nasional melawan imperialisme dan meminta pertanggungjawaban pemerintah kepada rakyatnya. Ia mengatakan kebijakan pemerintah yang tidak memihak kepada rakyat terutama di bidang perburuhan akan berdampak pada situasi dan kondisi buruh yang semakin memburuk. Konsisi buruk ini dapat dilihat dari fakta yang berkembang. Mengenai unjuk rasa buruh hari Rabu (3/5) yang berakhir dengan rusuh, Sutrisno mengatakan -- anggota SBJ tidak ikut serta -- kerusuhan dipicu oleh adanya pernyataan pemerintah yang akan tetap melanjutkan pembahasan draf revisi UU Nomor 13 Tahun 2003 dan anggota DPR yang tidak mau membuat pernyataan sikap secara tertulis untuk menolak draf revisi tersebut. "Ini yang membuat buruh menjadi marah, padahal sebelumnya anggota DPR secara lisan menolak draf revisi itu," katanya. Mengenai adanya ancaman dari pengusaha untuk menggugat secara perdata Serikat Pekerja (SP) atau serikat buruh yang memaksa dan mengintimidasi pekerja agar ikut berdemo dan menimbulkan kerugian bagi perusahaan, Sutrisno hanya mempersilakan. "Silakan saja menggugat. Kami juga siap karena mengetahui secara jelas kelakuan para pengusaha," katanya. Lebih lanjut Sutrisno mengatakan buruh bukan merupakan faktor penghambat investasi. World Economic Forum menyebutkan bahwa penghambat investasi pada urutan pertama adalah pemerintah yang tidak efisien, infrastruktur yang tidak memadai, peraturan perpajakan, korupsi, kualitas sumber daya manusia, serta instabilitas kebijakan, dan buruh. "Buruh jelas merupakan pada posisi yang ketujuh. Jika ingin investor masuk, yang harus dibenahi adalah urutan nomor satu hingga enam terlebih dahulu. Jadi buruh bukan fokus utama permasalahn investasi," katanya. Dikatakannya, SBJ bersama dengan Tranparansi Internasional Indonesia (TII) pada tahun 2005 pernah membuat kajian yang membuat ekonomi biaya tinggi yaitu biaya siluman yang mencapai biaya produksi sebesar 35-45 persen sedangkan kesejahteraan karyawan hanya 8-10 persen dari total biaya produksi. Lebih lanjut Sutrisno mengatakan dalam revisi UU Nomor 13 Tahun 2003 tersebut, Pasal 35 ayat 3 akan dihapus sehingga perusahaan tidak punya lagi kewajiban memberikan perlindungan yang mencakup kesejahteraan, kesehatan, dan keselamatan kerja. Pasal 59 direvisi sehingga semua jenis pekerjaan bisa dikontrak dan waktu kontrak boleh lima tahun. "Hal tersebut sama dengan perbudakan modern karena buruh tidak mempunyai kepastian kerja dan tidak mempunyai masa depan," kataanya. (*)
Copyright © ANTARA 2006