Jakarta (ANTARA) - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mendorong adanya perhitungan formasi kebutuhan dokter, terutama dokter spesialis, di daerah-daerah sehingga diharapkan dapat menjawab permasalahan produksi dan distribusi dokter spesialis di Indonesia.
“Bicara terkait dengan produksi-distribusi, mismatch-nya itu dijawab dengan, yang pertama, kita dorong sekarang daerah melakukan re-asesmen berapa jumlah dokter (umum) dan dokter spesialis di tiap kabupaten/kota. Jadi kita punya formasi nanti,” kata Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi di gedung kesekretariatan IDI, di Jakarta, Selasa.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa hingga saat ini peta formasi kebutuhan dokter umum dan dokter spesialis di setiap daerah yang secara spesifik belum tersedia. Kalaupun ada, imbuh Adib, perhitungan kebutuhan dokter masih dalam konteks nasional dan masih mengacu pada rasio yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Dia menekankan bahwa setiap wilayah di Indonesia memiliki jumlah kebutuhan dokter spesialis yang berbeda-beda.
“Jadi, formasi dokter di wilayah dengan menyesuaikan sebenarnya kebutuhan prioritas dokter spesialis di wilayah di Indonesia itu berbeda-beda. Inilah spesifiknya Indonesia,” ujar dia.
Pemetaan kebutuhan formasi dokter spesialis nantinya bermanfaat sebagai gambaran berapa seharusnya jumlah produksi dokter yang dapat ditelurkan dari institusi pendidikan. Apabila pemetaan tidak dilakukan, maka dikhawatirkan ada suplai dokter berlebih di daerah tertentu dan permasalahan lainnya.
“Kami cuma berpikir kalau ini tidak kita akselerasi, maka ada suplai dokter berlebih yang itu akan bisa memberikan sebuah potensi permasalahan ke depan, kesejahteraan dokter turun. Potensi konflik akan meningkat. Dan secara profesi pun akan terdegradasi. Ini hal-hal yang perlu untuk kemudian kita antisipasi,” kata Adib.
Mengingat hal tersebut, menurut Adib, saat ini juga diperlukan penguatan pelibatan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sehingga dapat mengintervensi peran pemerintah daerah, di samping telah adanya pelibatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) serta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
“Karena ada peran daripada pemerintah daerah di situ. Bicara formasi ini ada peran pemerintah daerah. Ini yang jelas kita butuhkan,” ujar Adib.
Menurut data dari Kemenkes, sekitar 6,9 persen Puskesmas di Indonesia tidak memiliki dokter. Adib memandang hal itu terkait dengan permasalahan distribusi tenaga kesehatan di Indonesia yang tidak merata.
Menurut Adib, terdapat beberapa penyebab mengapa persebaran dokter di Indonesia tidak merata, salah satunya yaitu infrastruktur dan sarana prasarana kesehatan di daerah yang kurang mendukung. Selain itu, penyebab lain termasuk jenjang karier dan masalah insentif apabila seorang dokter ditempatkan di daerah.
“Ada UU tentang Pemerintah Daerah No. 23 tahun 2014, itu yang belum diperankan secara maksimal. Bagaimana dukungan dari pemerintah daerah terkait dengan masalah infrastruktur, jenjang karier, dan insentif, ini yang harus perlu ditingkatkan. Jadi perlu ada peraturan pelaksana yang harus dikuatkan,” kata Adib.
Baca juga: Tiga rumah sakit di Cianjur kembali beroperasi
Baca juga: IDI bantah tudingan monopoli pendidikan dan praktik kedokteran
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2022