Jakarta (ANTARA) - Menteri Kesehatan RI Periode 2014-2019 Nila F. Moeloek menyatakan bahwa pengetahuan dan perspektif atau pemaknaan masyarakat adalah kunci utama dari keberhasilan pemerintah dalam mengentaskan masalah stunting pada anak.
“Peningkatan kapasitas pengetahuan kesehatan terutama terkait stunting perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah dan semua pihak, agar target 14 persen penurunan stunting dapat tercapai,” kata Nila dalam Media Briefieng Pemahaman Stunting yang diikuti di Jakarta, Selasa.
Nila menuturkan bahwa hingga kini, pemaknaan masyarakat terkait stunting harus lebih disatukan. Sebab, pengetahuan terkait pola asuh hingga pemberian asupan gizi yang baik, belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat.
Sebagai contoh, keluarga pada masa kini lebih memilih untuk memenuhi asupan gizi anak melalui makanan instan atau fast food yang dipesan melalui aplikasi ojek online. Padahal, dengan memanfaatkan pangan lokal di sekitar sudah bisa memenuhi asupan gizi seimbang.
Kemudian, adanya tren diet yang salah justru membuat pemenuhan gizi menjadi tidak seimbang di dalam keluarga. Sebaiknya pemenuhan gizi diberikan secara imbang bersama dengan pemenuhan protein hewani melalui telur atau ikan dan protein nabati dari tahu ataupun tempe.
Asupan gizi pada anak juga disarankan meliputi pemenuhan mineral melalui air bersih, vitamin dan buah-buahan.
Hal lain yang Nila beberkan adalah anak yang kekurangan gizi tidak hanya dapat terkena stunting, tetapi juga gangguan mata terutamanya dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yang menjadi masa rentan sel-sel dalam otak anak berkembang.
“Mata itu pengaruh kalau misalnya kita kurang gizi, maka mata anak tumbuhnya tidak sempurna ada defisiensi vitamin A, maka anaknya bisa sampai pecah bola mata dan buta,” kata ahli oftalmologi itu.
Nila melanjutkan edukasi stunting juga tidak boleh hanya dipatokkan pada gizi saja. Pemeriksaan kesehatan sejak menjadi calon ibu atau ibu hamil pun harus digencarkan sampai tingkat desa melalui posyandu dan bidan.
Pemeriksaan ibu hamil sebanyak enam kali melalui pemeriksaan ANC (Antenatal Care) misalnya, harus disosialisasikan untuk mengetahui berat dan tinggi badan ibu, termasuk ukuran bayi dan adanya kecacatan dalam kandungan dengan USG.
“Makanya hamil itu perlu ANC dulu kita harapkan empat kali cukup, tapi sekarang jadi enam kali dan itu perlu sekali untuk mengetahui apakah perkembangan bayi over atau under nanti,” ujarnya.
Ia menambahkan pemaknaan terhadap stunting, harus dapat diserentakkan dengan meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku keluarga yang tepat yang tentunya diwadahi oleh pemerintah.
Dalam hal itu, tugas pemerintah adalah mengedukasi tentang gizi dan stunting serta pola makan yang tepat, memastikan ketersediaan bahan makanan bergizi serta menyediakan layanan kesehatan untuk anak yang dapat terakses dan memperkuat kolaborasi kementerian/lembaga terkait agar tidak terfokus hanya pada pembangunan infrastruktur saja, tapi juga kualitas sumber daya manusia.
Nila juga berharap, setiap perempuan dapat melindungi anak-anaknya dari ancaman stunting dan merubah pemikiran masyarakat bahwa ayah juga berperan dalam memberikan pola asuh yang baik.
“Masyarakat memiliki harapan penuh terhadap pemerintah. Untuk dapat menyediakan lingkungan yang mendukung dan memampukan masyarakat untuk memiliki persepsi yang tepat dan berperilaku positif” ujarnya.
Baca juga: Kemenko PMK: Penurunan stunting harus dilakukan secara integratif
Baca juga: HCC: Masyarakat tahu stunting tapi tidak dengan dampak buruknya
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2022