Asaki tetap memandang optimis berkaitan penjualan keramik untuk 2023, meskipun perekonomian dunia diramalkan akan dihadapkan dengan penuh ketidakpastian
Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto menyebutkan industri keramik nasional mencapai utilisasi produksi sebesar 79 persen atau nyaris mendekati target yang dibidik yakni 80 persen pada 2022.
"Angka tersebut merupakan yang tertinggi sejak 2014 dan sebagai jawaban dari efektivitas kebijakan pemerintah yang memberikan harga gas bumi tertentu sebesar enam dolar AS per juta British thermal unit (MMBTU) untuk industri keramik," kata Edy lewat keterangannya di Jakarta, Senin.
Edy menyampaikan terjadi perbaikan daya saing industri keramik yang tercermin dari kinerja ekspor yang meningkat tiga persen pada 2022.
Sementara itu, angka impor keramik untuk pertama kalinya turun dua persen sejak 2013 untuk periode 2022.
"Asaki tetap memandang optimis berkaitan penjualan keramik untuk 2023, meskipun perekonomian dunia diramalkan akan dihadapkan dengan penuh ketidakpastian dan cenderung suram," kata Edy.
Asaki memproyeksikan tingkat utilisasi akan meningkat ke level 83 persen hingga 85 persen dengan perkiraan total produksi mencapai 470 juta meter persegi atau setara dengan konsumsi per kapita sebesar 1,7 meter persegi per kepala.
"Angka ini masih di bawah tingkat konsumsi per kapita di kawasan Asia Tenggara, yang rata-rata di atas tiga meter persegi per kepala dan rata-rata dunia di level 2,5 meter per segi per kapita," kata Edy.
Asaki juga menargetkan angka ekspor keramik tumbuh lima persen pada 2023 dengan tujuan ekspor utama yakni ke Filipina, Malaysia,Thailand, Taiwan, AS, dan Australia.
Edy menambahkan proyek ekspansi kapasitas berjalan dengan baik dan sesuai rencana dengan tambahan kapasitas baru sekitar 75 juta meter persegi atau setara dengan 90 persen angka impor tahunan dan diproyeksikan akan selesai sebagian di 2023 dan sisanya pada 2024.
"Asaki mengharapkan beberapa dukungan dan atensi pemerintah untuk menghadapi tantangan pada 2023, di antaranya penundaan pelaksanaan aturan muatan melebihi kapasitas kendaraan atau over dimension/over loading (ODOL) di awal 2023 ke tahun 2025," kata Edy.
Hal itu karena dengan pemberlakuan aturan ODOL, maka akan menyebabkan kenaikan harga jual keramik minimal 20 persen mengingat ongkos angkut akan meningkat 240 persen.
"Dengan kondisi daya beli masyarakat yang turun saat ini sudah bisa dipastikan bahwa kenaikan harga tersebut tidak bisa diserap oleh pasar dan tentunya akan memicu kenaikan harga properti nasional," ujar Edy.
Baca juga: Menperin: Investasi industri keramik capai Rp17,7 triliun semester I
Baca juga: Kemenperin fokus pacu daya saing industri keramik
Baca juga: Kemenperin apresiasi ekspansi industri keramik senilai Rp14,5 triliun
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022