Shanghai (ANTARA) - Versi "kembaran digital" dari Notre-Dame de Paris tampil di Bund, Shanghai, sebagai bagian dari pameran realitas berimbuh (augmented reality) untuk masyarakat China secara gratis dan meningkatkan pertukaran budaya Sino-Prancis.

Situs bersejarah Notre-Dame de Paris itu dihidupkan kembali dengan bantuan teknologi AR dan 3D. Katedral Paris itu ditutup setelah kebakaran yang melanda tahun 2019.

Pameran bertajuk "Notre-Dame de Paris-the Augmented Exhibition" tersebut diproduksi oleh perusahaan Prancis Histovery, bekerja sama dengan institusi publik yang bertanggung jawab atas pelestarian dan restorasi Notre-Dame de Paris.

Guna merasakan suasana Notre-Dame secara visual, para pengunjung akan diberi komputer tablet untuk memindai "Portal Waktu" menyerupai kode QR pada bagian depan sekelompok pola, gambar, dan model tiga dimensi di setiap seksi.

Pengunjung dapat menjelajahi 21 momen bersejarah utama, proses arsitektural, serta detail konstruksi. Mereka juga dapat memperbaiki pemandangan dalam 11 mode interaktif, termasuk interpretasi video, tampilan panorama, dan gim interaktif.

Fitur-fitur interaktif ini dapat membantu pengunjung memahami sejarah dan proses di balik Notre-Dame. Mereka juga dapat menjelajahi lokasi perbaikan yang tengah dilaksanakan di Paris.

"Kami mencoba membawa lebih banyak pengalaman interaktif ke sejumlah museum dan tempat bersejarah di seluruh dunia," kata Morgan Fourdrigniez, perwakilan Histovery untuk China.

Fourdrigniez menjelaskan pameran tersebut dikembangkan selama dua tahun untuk memastikan bahwa komputer tablet HistoPad mencerminkan tampilan historis Notre-Dame secara akurat. Proses tersebut melibatkan komite ilmiah yang terdiri atas delapan ahli di bidang sejarah seni, sejarah, dan sejumlah bidang lainnya, tambahnya.

Selain menjadi contoh nyata tentang bagaimana teknologi canggih dapat meremajakan situs bersejarah, pameran itu juga dianggap sebagai jalan untuk memperdalam pertukaran budaya antara China dan Prancis.

Notre-Dame de Paris tidak hanya merupakan bagian penting dari warisan budaya Prancis, tetapi juga harta karun bagi peradaban manusia, kata Fourdrigniez.

Sebelum di China, pameran itu telah digelar di Uni Emirat Arab, Amerika Serikat, Jerman, dan sejumlah negara lain. Selanjutnya, penyelenggara berharap dapat menggelar pameran di Jepang.

Fourdrigniez mengatakan Histovery secara aktif mencari peluang untuk menggelar pameran di kota-kota lain di China, guna mendorong lebih jauh pertukaran budaya antara China dan Prancis.

Sebagai perhentian pertama pameran itu di Asia, acara yang digelar di Shanghai dibuka untuk umum mulai 2 Desember 2022 hingga 2 Januari 2023. Pameran itu juga menawarkan perjalanan menembus ruang dan waktu yang mencakup sejarah sepanjang 850 tahun dan kelahiran kembali katedral monumental tersebut.

Pewarta: Xinhua
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022