apapun yang terjadi di lingkungan PAUD tentu akan sangat membekasJakarta (ANTARA) - Kepala Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Sumatera Selatan Aria Ahmad Mangunwibawa mengatakan bahwa pengembangan lingkungan belajar yang inklusif harus dimulai sedini mungkin yakni sejak jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Menurut dia, anak-anak usia PAUD berada pada fase yang sangat baik untuk menyerap apapun yang mereka lihat di lingkungan sekitarnya.
"Di PAUD, anak-anak masih berada pada fase yang sangat baik, memiliki daya serap luar biasa dengan absorbed minded sehingga apapun yang terjadi di lingkungan PAUD tentu akan sangat membekas dan akan terbawa ke jenjang berikutnya," katanya dalam webinar "Cintai Keragaman untuk Mewujudkan Lingkungan Belajar Inklusif" oleh Direktorat PAUD Kemendikbudristek yang diikuti di Jakarta, Senin.
Lingkungan belajar yang inklusif, menurutnya, harus diwujudkan untuk memastikan seluruh murid di PAUD mendapatkan penghargaan yang sama tanpa memandang latar belakang seperti agama, budaya, ekonomi, bahkan jika anak memiliki kebutuhan khusus.
Ia mengatakan, hal tersebut selaras dengan Undang-undang Dasar (UUD) 1945 pasal 31 bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
Baca juga: Hardiknas jadi momen suarakan pendidikan inklusif dan sekolah aman
Baca juga: Perlu adanya penguatan komitmen ciptakan pendidikan inklusif
Selain untuk memberikan layanan pendidikan bagi semua murid dengan berbagai latar belakang, Aria mengatakan lingkungan belajar yang inklusif juga dapat membuat peserta didik memiliki sikap toleransi, mampu memahami perbedaan antar individu, hingga mempertahankan budaya nasional yang beragam.
"Tentu tujuannya, ujung-ujungnya adalah kita ingin menanamkan sikap positif terhadap keberagaman, respon positif terhadap keberagaman agama, budaya, sosial, ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan termasuk di dalamnya disabilitas," katanya.
Selain hak atas pendidikan, Aria mengatakan bahwa menciptakan lingkungan belajar yang aman dan inklusif juga sama dengan melakukan pemenuhan hak-hak anak lainnya yang meliputi hak hidup, hak tumbuh kembang, hak perlindungan anak, hak partisipatif.
Ia menambahkan, menciptakan lingkungan belajar yang inklusif juga merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan PAUD berkualitas melalui elemen kepemimpinan dan pengelolaan sumber daya.
"Ini menjadi bagian bagaimana pengelolaan sumber daya, di mana ketika akan menuju kepada layanan berkualitas, maka perlu menghadirkan lingkungan belajar yang inklusif," ujarnya.
Baca juga: UNESCO laporkan target pendidikan inklusif 2030 sulit tercapai
Selain untuk memberikan layanan pendidikan bagi semua murid dengan berbagai latar belakang, Aria mengatakan lingkungan belajar yang inklusif juga dapat membuat peserta didik memiliki sikap toleransi, mampu memahami perbedaan antar individu, hingga mempertahankan budaya nasional yang beragam.
"Tentu tujuannya, ujung-ujungnya adalah kita ingin menanamkan sikap positif terhadap keberagaman, respon positif terhadap keberagaman agama, budaya, sosial, ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan termasuk di dalamnya disabilitas," katanya.
Selain hak atas pendidikan, Aria mengatakan bahwa menciptakan lingkungan belajar yang aman dan inklusif juga sama dengan melakukan pemenuhan hak-hak anak lainnya yang meliputi hak hidup, hak tumbuh kembang, hak perlindungan anak, hak partisipatif.
Ia menambahkan, menciptakan lingkungan belajar yang inklusif juga merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan PAUD berkualitas melalui elemen kepemimpinan dan pengelolaan sumber daya.
"Ini menjadi bagian bagaimana pengelolaan sumber daya, di mana ketika akan menuju kepada layanan berkualitas, maka perlu menghadirkan lingkungan belajar yang inklusif," ujarnya.
Baca juga: UNESCO laporkan target pendidikan inklusif 2030 sulit tercapai
Baca juga: Pendidikan inklusif di Kalsel butuh banyak guru berkualifikasi khusus
Baca juga: Pemerataan internet demi akses pendidikan cepat dan inklusif
Pewarta: Suci Nurhaliza
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022