Jakarta, (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mengungkapkan, klaim PT Freeport-Rio Tinto yang menyebutkan bahwa mutu air yang mengalir melalui sistem pembuangan tailing telah sesuai dengan peraturan Indonesia maupun standar internasional terkait logam berpotensi bahaya, sebagai hal yang tidak benar.Pernyataan tersebut dikemukakan oleh Direktur Eksekutif Walhi Chalid Muhammad di Jakarta, Rabu (3/5).Menurut dia, sesungguhnya hal itu tidak benar, seperti yang ditunjukkan oleh laporan pemantauan yang dibuat perusahaan sendiri dan disajikan pada pemerintah.Walhi kemudian mengungkapkan data yang menyebutkan, Sungai Ajkwa Bagian Bawah (Lower Ajkwa River) mengandung 28 hingga 42 mikrogram per liter (ig/L) tembaga larut (dissolved copper), dua kali lipat melebihi batas legal untuk air tawar di Indonesia yaitu 20 ig/L, dan jauh melampaui acuan untuk air tawar yang diterapkan pemerintah Australia, yaitu 5,5 ig/L.Lebih jauh ke hilir, kata dia, kandungan tembaga larut pada air tawar sebelum Muara Ajkwa juga melanggar batas dengan 22 - 25 ig/L dan bisa mencapai 60 ig/L.Sementara itu, untuk kondisi air laut di Muara Ajkwa Bagian Bawah, standar ASEAN dan Indonesia untuk tembaga larut adalah 8 ig/L, dan acuan pemerintah Australia adalah 1,3 ig/L sedangkan pencemaran Freeport-Rio Tinto di daerah itu juga melebihi batas legal kandungan tembaga larut yang mencapai rata-rata 16 ig/L dengan rentang tertinggi 36 ig/L.Disebutkan juga bahwa dibandingkan dengan tanah alami hutan, tailing Freeport mengandung tingkat racun logam selenium (Se), timbal (Pb), arsenik (As), seng (Zn), mangan (Mn) dan tembaga (Cu) yang secara signifikan lebih tinggi.Hal itu, kata dia, menunjukkan kemungkinan timbulnya dampak racun pada pertumbuhan tanaman.Pengujian dan pengambilan sampel lapangan menunjukkan bahwa tanaman yang tubuh di tailing mengalami penumpukan logam berat pada jaringan (tissue), menimbulkan bahaya pada mahluk hutan yang memakannya.Dalam rantai makanan, mahluk yang terancam bahaya logam berat dari tailing anatra lain burung raja udang (kingfishers), burung maleo waigeo (brush turkey), burung kipas (fantail), kasuari dan sejumlah mamalia.Chalid juga menyebutkan, Muara Ajkwa punya peran lingkungan yang penting bagi penduduk lokal karena di sana terdapat lingkungan daratan dan perairan yang memiliki keragaman habitat yang menakjubkan, termasuk hutan bakau setinggi 25-30 meter, hutan rawa dan sagu lahan basah.Suku Kamoro -- salah satu suku yang berdiam di kawasan itu -- memiliki ketergantungan budaya dan gizi pada hewan moluska (lunak) di daerah muara.Saat ini, kata dia, kabarnya sulit bagi mereka untuk menemukan hewan tersebut, yang jelas telah terkena dampak racun tembaga.Tailing sungai Freeport-Rio Tinto diduga akan merusak hutan bakau seluas 21 sampai 63 kilometer persegi akibat sedimentasi.Untuk mengatasi permasalahan pencemaran tersebut, Walhi berharap pemerintah segera menegakkan hukum lingkungan hidup nasional."Ini harus dilakukan dengan cara menghentikan operasi Freeport-Rio Tinto hingga pelanggaran-pelanggaran diperbaiki dan dengan mengadili pelanggaran hukum yang terus-menerus terjadi meski sudah diperingatkan berulang kali pada awal tahun 2000-an," katanya.Berbagai hal yang harus diperbaiki, menurut Walhi, antara lain, tembaga larut dan total padatan tersuspensi (TSS) yang mengalir ke Muara Ajkwa tidak boleh melanggar baku mutu air untuk Kelas II berdasar PP 82/2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.Air asam batuan harus segera dicegah sebelum masuk ke air permukaan, melaksanakan pengambilan sampel secara berkala dan cermat, mengkaji ulang peraturan pajak dan royalti demi meningkatkan keuntungan bagi komunitas yang terkena dampak untuk mengurangi beban kerusakan lingkungan dan membentuk Panel Independen untuk memetakan sejumlah skenario bagi masa depan Freeport, termasuk tanggal penutupan, pengolahan dan pengelolaan limbah.Pemerintah, menurut Walhi, juga harus menyewa konsultan independen untuk mengkaji tiap skenario dari segi sosial dan teknis secara rinci dan independen.Kajian itu, kata dia, kemudian digunakan sebagai dasar untuk pembahasan mengenai masa depan tambang oleh penduduk lokal dan pihak berkepentingan lainnya. (*)
Copyright © ANTARA 2006