karakter dari Renny Margareta yang menyembunyikan ketidakmampuan finansial dirinya
Jakarta (ANTARA) - Tim psikolog dari Asosiasi Psikolog Forensik mengungkapkan persoalan dana melatarbelakangi mengapa keluarga Kalideres tidak memakamkan anggota keluarganya yang meninggal.
Tim menyebut ada beberapa temuan yang melatarbelakangi mengapa jenazah dalam peristiwa di Kalideres tidak dimakamkan oleh anggota keluarga yang tinggal dalam rumah tersebut.
"Ada situasi psikologi yang masing-masing berbeda," kata Ketua Asosiasi Psikologi Forensik Reni Kusumowardhani di Jakarta, Jumat.
Reni mengungkapkan tim psikologi forensik mempelajari berbagai hal dalam keluarga tersebut mulai dari pemeriksaan latar belakang kematian hingga aspek perilaku kehidupan empat orang tersebut.
Kemudian mempelajari apa yang dipikirkan, dirasakan, dilakukan dan kecenderungan perilaku. Tim juga mempelajari psikologi dari aspek usia, status pernikahan, pekerjaan, dan agama
Keempat orang yang meninggal dalam satu rumah tersebut yakni Rudiyanto Gunawan (71), Renny Margareta (66), anak dari Rudiyanto dan Margareta yakni Dian Febbyana (42), dan Budiyanto Gunawan (68).
Menurut tim forensik korban yang meninggal pertama kali adalah Rudiyanto Gunawan. Dalam hal ini Rudyanto tidak dimakamkan karena keterbatasan dana serta karakter dari Renny Margareta yang menyembunyikan ketidakmampuan finansial dirinya.
"Ibu Renny punya ciri kepribadian unggul, ingin dinilai baik, lebih dari yang lain, termasuk dominan tidak mau terlihat lemah. Ini mempengaruhi suami tidak dimakamkan," kata Reni.
Kemudian saat Renny Margareta meninggal dunia, timbul penyangkalan atau denial pada diri Dian yang menganggap Renny masih hidup.
"Pasca kematian tidak dimakamkan ada situasi denial, bangun keyakinan seolah-olah ibunya masih hidup, diperlakukan seperti orang masih hidup, dibersihkan, dirawat, posisi seperti tidur," ujarnya.
Tim psikolog menduga keberadaan jenazah Rudiyanto yang tidak dimakamkan juga membuat Dian dan Budiyanto sulit terbuka dengan pihak keluarga.
"Karena kondisi keuangan menipis, keberadaan mayat Rudiyanto membuat Budiyanto dan Dian sulit membuka ke keluarga," kata Reni.
Kemudian menurut psikolog, Budiyanto mempunyai kepribadian unik, kurang lebih sering iri hati, keras kepala, tingkah laku tidak lazim, suka hal-hal klenik dan punya guru spiritual.
Yang bersangkutan punya strategi mencari alternatif pengobatan non medis dan berupaya memperbaiki ekonomi, namun gagal dan situasi berlanjut, keuangan habis, secara psikologi tidak berdaya.
"Keadaan tidak berdaya ini berpotensi memicu memperburuk fisik dan kesehatan. Budiyanto meninggal dalam situasi ketidakberdayaan, punya kepercayaan tidak lazim, tidak sesuai yang diharapkan," ujar Reni.
Kemudian menurut tim forensik, korban yang meninggal terakhir adalah Dian. Yang bersangkutan punya kepribadian khas kerap menekan emosi negatif yang muncul dan punya ketergantungan dengan Ibunya.
Menurut hasil investigasi tim psikolog, yang bersangkutan punya karakter tidak bisa ambil keputusan karena pola asuh, susah cari solusi di tengah ketidakberdayaan.
"Ketiga orang keluarga meninggal dunia. Situasi ini melampaui kemampuan merespons secara adaptif, menghadapi kehilangan intens. Tapi masih kelihatan dia melakukan perawatan ada beli makanan, bon-bon belanja makanan, rumah masih dibersihkan, cara tidur nyaman di samping ibunya. Dia meninggal secara wajar," ujar Reni.
Reni juga mengatakan cara kematian empat orang mengarah pada cara sama yaitu kematian wajar, tidak mengarah pada kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan.
"Keempatnya cara kematian mengarah pada cara natural bukan cara kematian yang lain. Dapat ditepis adanya paham apokaliptik atau VSED (Voluntarily Stopping Eating and Drinking/mogok makan dan minum secara suka rela)," ujarnya.
Kemudian menurut tim forensik gabungan dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan Rumah Sakit Bhayangkara menyatakan keempatnya meninggal karena sakit.
Atas dasar hasil pemeriksaan forensik dan psikolog tersebut dan hasil penyelidikan oleh petugas kepolisian di lapangan, penyidik Polda Metro Jaya menyatakan tidak ada unsur pidana dalam kejadian tersebut.
Pihak kepolisian selanjutnya akan menghentikan proses penyelidikan dalam kasus tersebut.
Penemuan meninggalnya satu keluarga dalam keadaan terkunci di dalam rumah tersebut, berawal ketika ketua RT setempat mencium bau busuk dari dalam rumah korban pada Kamis (11/10) sekitar pukul 18.00 WIB.
Ketua RT kemudian langsung melapor ke Polsek Kalideres terkait temuan bau busuk itu. Bersama polisi, ketua RT akhirnya mendobrak masuk ke dalam rumah tersebut.
Ketika pintu utama dibuka, petugas mendapati empat mayat di tiga ruangan berbeda, yakni ruang tamu, kamar tengah, dan ruang belakang.
Polisi langsung melakukan pemeriksaan di sekitar lokasi. Setelah itu, keempat korban kemudian dievakuasi ke Rumah Sakit Polri Kramat Jati (Jakarta Timur) untuk proses autopsi.
Polda Metro Jaya menegaskan, analisis awal penyidik terkait satu keluarga yang ditemukan tewas di Kalideres, bukan disebabkan oleh kelaparan.
Penyidik Polda Metro Jaya juga mematahkan dugaan yang menyebut kematian satu keluarga itu adalah akibat aksi perampokan.
Dugaan perampokan bisa dipatahkan setelah tim penyidik menemukan adanya bukti digital komunikasi dari salah satu penghuni rumah untuk menjual sejumlah barang dari rumah tersebut.
Pihak kepolisian juga telah melacak dan memintai keterangan kepada pihak pembeli barang tersebut dan atas dasar keterangan dan temuan penyidik, maka dugaan perampokan bisa dipatahkan.
Pemeriksaan terhadap tiga orang saksi terkait kasus tersebut juga mengungkapkan fakta bahwa ada anggota keluarga tersebut yang telah meninggal sejak Mei 2022, namun tidak dilaporkan.
Secara total, tim penyidik telah memeriksa 28 orang saksi yang mengarah kepada pengungkapan kasus tersebut.
Baca juga: Forensik patahkan teori keluarga di Kalideres lakukan mogok makan
Baca juga: Sosiolog sanggah teori apokaliptik di kasus Kalideres
Baca juga: Forensik nyatakan satu keluarga di Kalideres meninggal karena sakit
Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2022