Singapura (ANTARA) - Dolar melemah di awal perdagangan Asia pada Jumat pagi, karena kekhawatiran atas perlambatan di Amerika Serikat meningkat, dengan para pedagang waspada menjelang serangkaian pertemuan bank-bank sentral minggu depan, di mana Federal Reserve menjadi pusat perhatian.

Terhadap greenback, euro naik hampir 0,5 persen semalam dan naik tipis menuju puncak enam bulan yang dicapai pada awal pekan. Euro terakhir 0,23 persen lebih tinggi pada 1,0579 dolar, dan berada di jalur untuk kenaikan minggu ketiga berturut-turut.

Sterling juga menambah keuntungan kecil semalam dan terakhir naik 0,23 persen menjadi 1,22695 dolar, tidak jauh dari tertinggi enam bulan pada Senin pagi di 1,2345 dolar. Yen Jepang naik lebih dari 0,4 persen menjadi 136,04 per dolar.

Jumlah orang Amerika yang mengajukan klaim baru untuk tunjangan pengangguran meningkat moderat minggu lalu, data menunjukkan pada Kamis (8/12/2022), dengan apa yang disebut klaim berkelanjutan naik ke level tertinggi 10 bulan pada akhir November, menambah kekhawatiran bahwa ekonomi terbesar di dunia dapat memasuki resesi tahun depan.

"Kami memiliki pandangan yang sangat canggung untuk tahun depan, yang berperan dalam proses pemikiran para pedagang. Kami melihat... pertumbuhan yang jauh lebih rendah secara global, juga pertumbuhan yang lebih rendah dari AS," kata Kepala Ekonom Kiwibank, Jarrod Kerr.

Baca juga: Dolar coba temukan pijakan di Asia, ketika kekhawatiran resesi membara

Indeks dolar AS turun 0,27 persen menjadi 104,53 di awal perdagangan Asia, setelah tergelincir 0,3 persen semalam. Indeks telah turun hampir 7,0 persen pada kuartal ini, menempatkannya di jalur penurunan kuartalan terbesar sejak 2010.

"Itu (juga) sangat memposisikan saat ini," tambah Kerr, menjelang pertemuan kebijakan Fed minggu depan.

Pasar uang memperkirakan peluang 93 persen bahwa Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin, dengan suku bunga sekarang diperkirakan memuncak tepat di bawah 5,0 persen pada Mei.

Ekspektasi bahwa Fed akan mengurangi kecepatan kenaikan suku bunga dan bahwa suku bunga mungkin tidak naik setinggi yang dikhawatirkan sebelumnya, telah menjatuhkan dolar lebih dari 8,0 persen dari puncak dua dekade terhadap sekeranjang mata uang yang dicapai pada September.

Imbal hasil obligasi AS juga merosot, dengan imbal hasil dua tahun, yang biasanya mencerminkan ekspektasi suku bunga, bertahan di 4,3035 persen, jauh dari level tertinggi 15 tahun hampir 4,9 persen yang dicapai bulan lalu.

Bagian kurva imbal hasil obligasi pemerintah AS yang diawasi dengan ketat, mengukur kesenjangan antara imbal hasil surat utang pemerintah dua tahun dan 10 tahun terbalik di -83,7 basis poin. Pembalikan kurva imbal hasil ini biasanya merupakan awal dari resesi.
Bank Sentral Eropa dan Bank Sentral Inggris juga akan mengumumkan keputusan kebijakan moneter mereka minggu depan, dengan pasar sangat memperhatikan panduan prospek 2023.

Baca juga: Dolar menguat di Asia, selera pasar turun atas aset berisiko

Di tempat lain, Aussie naik 0,4 persen menjadi 0,6797 dolar AS, sedangkan kiwi naik 0,42 persen menjadi 0,6407 dolar AS.

Mata uang Antipodean telah diuntungkan dari pelonggaran pembatasan COVID yang ketat di China baru-baru ini, mengingat mata uang tersebut sering digunakan sebagai proksi likuid untuk yuan China.

Terhadap dolar, yuan di pasar luar negeri naik lebih dari 0,2 persen menjadi 6,9424.

"Tema pembukaan kembali China adalah yang besar, terutama (datang) dari basis yang rendah," kata Ahli Strategi Mata Uang OCBC, Christopher Wong.

"Aset-aset China sangat oversold sebelum rebound baru-baru ini. Lebih banyak realokasi kembali ke aset-aset RMB (yuan) akan mendukung RMB."

Baca juga: Saham China dibuka beragam, Indeks Shanghai turun tipis 0,01 persen

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022