Memberikan hak-hak terdakwa pemulihan nama baik dan pengembalian harkat serta martabatnya.

Makassar (ANTARA) - Majelis hakim Pengadilan Negeri Hak Asasi Manusia (HAM) menjatuhkan vonis bebas terhadap Purnawirawan Isak Sattu yang merupakan terdakwa tunggal dalam kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Kabupaten Paniai, Papua pada 7—8 Desember 2014.

"Mengadili, satu, menyatakan terdakwa Isak Sattu tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran HAM berat sebagaimana didakwakan dalam dakwaan kesatu dan kedua," kata Hakim Ketua Pengadilan HAM Sutisna Sawati saat membacakan vonis di PN Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis.

Kedua, membebaskan terdakwa dari semua dakwaan penuntut umum. Ketiga, memberikan hak-hak terdakwa pemulihan nama baik dan pengembalian harkat serta martabatnya.

Keempat menetapkan barang bukti yang ada tidak berlaku lagi. Kelima, membebankan biaya perkara pada negara.

Majelis juga menyampaikan baik terhadap terdakwa maupun penuntut umum punya hak menerima atau tidak menerima maka dapat melakukan upaya banding, kasasi, atau pikir-pikir.

Sidang tersebut berlangsung selama 3 jam. Dalam hal ini, majelis hakim membacakan putusan setebal 100 halaman dengan pertimbangan-pertimbangan secara bergiliran.

Terjadi dissenting opinion (perbedaan pendapat) dua hakim dari lima hakim yang menyidangkan kasus tersebut. Masing-masing dua hakim karier Sutisna Sawati dan Abdul Rahman Karim, dan tiga hakim ad hoc, yakni Siti Noor Laila, Robert Pasaribu, dan Sofi Rahma Dewi.

Suasana sidang pada layar monitor atas terdakwa Purnawirawan Isak Sattu (dua bawah) mendengarkan pembacaan vonis oleh majelis hakim atas kasus dugaan pelanggaran HAM berat pada tahun 2014 di Pengadilan HAM pada Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (8-12-2022). ANTARA/Darwin Fatir

Baca juga: Sidang kasus pelanggaran HAM berat Paniai dijadwalkan maraton
Baca juga: Empat hakim adhoc segera siapkan sidang kasus pelanggaran HAM Paniai

Dua hakim menyampaikan bahwa saat kejadian pada tanggal 8 Desember terdakwa berstatus perwira penghubung (pabung) bertugas di Kodim 1705/Paniai sesuai dengan dakwaan kesatu, tidak ada pengendalian secara patut serta memenuhi salah satu unsur pembunuhan, dan terjadi pola kekerasan.

Tiga hakim lainnya pertimbangan unsur komando militer sebab sebagai seorang komandan militer tertinggi kala itu pada dakwaan kesatu sebagaimana yang dipertimbangkan dalam unsur komandan militer, serta dakwaan kedua unsur komandan militer tidak terpenuhi.

Sebelumnya, Isak Sattu dituntut 10 tahun penjara oleh penuntut umum dalam kasus pelanggaran HAM di Kabupaten Paniai, Papua. Atas dakwaan pertama Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b juncto Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf a, Pasal 37 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM).

Dakwaan kedua, Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b jo. Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM.

Kejadian tersebut terkait dengan pembubaran unjuk rasa oleh personel militer dan aparat kepolisian atas protes masyarakat Paniai di Polsek dan Koramil Paniai pada tanggal 8 Desember 2014 atas dugaan pemukulan warga oleh aparat pada tanggal 7 Desember 2014.

Aparat melakukan pembubaran paksa dengan menembakkan peluru tajam kepada ratusan peserta aksi saat menyerang kantor koramil setempat. Empat orang tewas dalam kejadian itu, yakni Alpius Youw, Alpius Gobay, Yulian Yeimo, dan Simon Degei,serta 10 orang terluka.

Pewarta: M. Darwin Fatir
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022