Bandung (ANTARA) -
Menurut Mahfud, peristiwa bom bunuh diri di Mapolsek Astanaanyar menjadi bukti bahwa jaringan teroris masih ada di Indonesia, meskipun secara kuantitatif aksi terorisme sudah menurun sejak 2018.
"Sampai sekarang itu sudah jarang-jarang terjadinya, sekali-kali terjadi, tetapi masih ada. Buktinya hari ini," kata Mahfud usai menjenguk korban ledakan bom bunuh diri yang dirawat di Rumah Sakit Immanuel, Kota Bandung, Rabu.
Baca juga: Komisi III DPR: Tingkat keamanan harus dinaikkan pascabom Astanaanyar
Mahfud mengatakan seluruh pihak harus bekerja sama untuk memberantas terorisme karena jika terorisme itu sudah menjadi ideologi maka upaya deradikalisasi pun harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh.
"Dan harus dipantau terus karena kadang kala jaringannya masih hidup. Sepertinya sudah mati itu, tapi sebenarnya sel-selnya itu masih bergerak," katanya.
"Terkadang kan ada yang nyinyir. Kalau kita nangkap teroris dianggap sewenang-wenang, tapi kalau tidak nangkap, lalu dibilang bodoh, dibilang lalai," katanya.
Baca juga: Menag: Bom bunuh diri bertentangan dengan nilai kemanusiaan
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu sempat menjenguk sejumlah korban luka-luka yang dirawat di Rumah Sakit Immanuel Bandung.
Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat Inspektur Jenderal Polisi Suntana menyebutkan ada 11 orang yang menjadi korban dalam peristiwa ledakan bom bunuh diri di Markas Kepolisian Sektor Astanaanyar, Kota Bandung, Jawa Barat.
Dari 11 orang itu, sebanyak 10 orang merupakan anggota polisi (termasuk satu polisi meninggal dunia) dan satu orang warga sipil yang sedang melintas di sekitar lokasi kejadian. Sedangkan pelaku bom bunuh diri dipastikan tewas di lokasi.
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2022