"Kami mendorong institusi Polri mengungkap tuntas peristiwa ini hingga diperoleh gambaran jejaring yang melingkupinya guna kepentingan penanganan yang lebih akuntabel," kata Ketua Setara Institute Hendardi dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Ia pun mengutuk keras adanya peristiwa bom bunuh diri dan turut berbelasungkawa kepada para korban bom.
Peristiwa bom bunuh diri di Mapolsek Astanaanyar, kata Hendardi, telah menyebarkan pesan bahwa terorisme adalah ancaman laten yang kapan pun bisa terjadi dan dipicu oleh banyak variabel. Selain juga sangat bergantung pada enabling evironment dan push and pull factors yang bisa jadi tidak berhubungan dengan sasaran tindakan kejahatan itu.
"Satu hal yang pasti bahwa variabel statis, yakni ideologi intoleran dan radikal telah melekat pada aktor pelaku atau kelompoknya," ucapnya.
Baca juga: Kapolri: Pelaku bom Astanaanyar pernah ditangkap karena bom Cicendo
Hendardi mengatakan jika diasumsikan identitas pelaku yang telah beredar benar, yakni pelaku adalah residivis kasus terorisme tahun 2017 dan telah bebas sejak Maret 2021, maka pesan utama peristiwa ini juga ditujukan pada kerja pascapenanganan tindak pidana terorisme, yakni pemasyarakatan dan deradikalisasi.
"Keberulangan tindakan ini menunjukkan dukungan dan sinergi kinerja deradikalisasi yang dilaksanakan oleh BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) mesti diperkuat," paparnya.
Hendardi mengatakan early warning dan early response system yang dikembangkan di daerah belum banyak membantu mencegah pemulihan kelompok teroris untuk melakukan tindakan serupa. Padahal, sederet regulasi pemerintah telah diterbitkan, termasuk berbagai rencana aksi mencegah terjadinya kekerasan ekstremis.
"BNPT dan Polri bisa mengefektifkan berbagai regulasi dan inisiasi untuk memperkuat sinergi dengan pemerintah daerah," tuturnya.
Baca juga: Komisi III minta teror bom bunuh diri Astanaanyar diusut tuntas
Ia menambahkan jika kerja hulu pencegahan intoleransi dan kerja hilir deradikalisasi tidak sinergis maka potensi terorisme akan terus berulang.
"Dan sebagai institusi terdepan, Polri selalu akan menjadi sasaran utama tindakan kekerasan dan political revenge dari kelompok pengusung aspirasi politik intoleran. Kesatupaduan langkah berbagai institusi negara dibutuhkan untuk mengatasi kekerasan ekstremis yang berulang," jelas Hendardi.
Setara Institute pun telah berulang kali mengingatkan agar kerja pencegahan intoleransi yang selama ini seringkali dibiarkan hingga kelompok-kelompok tertentu mewujud menjadi tindakan radikal kekerasan dan terorisme, mutlak menjadi prioritas agenda.
"Pencegahan di hulu, yakni menangani intoleransi adalah salah satu cara menangani persoalan keberulangan terorisme," ucapnya.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2022