Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa dua orang saksi untuk mendalami dugaan adanya pemberian gratifikasi kepada mantan Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional Provinsi Riau M. Syahrir (MS) terkait pengurusan hak guna usaha.
Penyidik KPK memeriksa keduanya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (5/12), untuk tersangka MS dalam penyidikan kasus dugaan korupsi perpanjangan HGU PT Adimulia Agrolestari (AA) tahun 2021.
"Didalami soal pengetahuan saksi mengenai adanya dugaan pemberian gratifikasi dalam pengurusan HGU di BPN Riau yang diduga diterima tersangka," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Dua orang saksi yang diperiksa itu masing-masing Fitria Masfita selaku karyawan swasta PT Graha Permata Indah dan Presiden Direktur PT ADEI Yeoh Gim Khoon. Selain itu, KPK juga memeriksa seorang saksi lainnya, yaitu staf PT AA Rudy Ngadiman.
"Didalami pengetahuan saksi soal pengeluaran uang oleh PT AA untuk pengurusan perpanjangan HGU di Riau," ucap Ali.
Baca juga: KPK tetapkan eks Kepala BPN Riau tersangka suap pengurusan HGU
Selain MS sebagai tersangka penerima, KPK juga telah menetapkan dua tersangka lainnya sebagai pemberi, yakni pihak swasta/pemegang saham PT AA Frank Wijaya (FW) dan General Manager PT AA Sudarso (SDR).
Dalam konstruksi perkara, KPK menyebut FW sebagai pemegang saham PT AA menugaskan SDR untuk mengurus perpanjangan sertifikat HGU PT AA yang berakhir masa berlakunya pada 2024.
Dari awal proses pengurusan HGU tersebut, SDR selalu diminta untuk aktif menyampaikan setiap perkembangannya kepada FW. Selanjutnya, SDR menghubungi dan melakukan beberapa pertemuan dengan MS membahas terkait perpanjangan HGU PT AA.
Pada Agustus 2021, SDR menyiapkan seluruh dokumen administrasi untuk pengurusan HGU PT AA seluas 3.300 hektare di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) yang salah satunya ditujukan juga ke Kanwil BPN Provinsi Riau.
Baca juga: KPK menahan mantan Kepala BPN Riau M Syahrir
SDR kemudian menemui MS di rumah dinas jabatannya. Dalam pertemuan tersebut, KPK menduga ada permintaan uang oleh MS sekitar Rp3,5 miliar dalam bentuk dolar Singapura dengan pembagian 40 persen-60 persen sebagai uang muka dan MS menjanjikan segera mempercepat proses pengurusan HGU PT AA.
Dari pertemuan tersebut, SDR lalu melaporkan permintaan MS kepada FW dan SDR kemudian mengajukan permintaan uang 120 ribu dolar Singapura (setara dengan Rp1,2 miliar) ke kas PT AA dan disetujui oleh FW.
Pada September 2021, atas permintaan MS, penyerahan uang 120 ribu dolar Singapura dari SDR dilakukan di rumah dinas MS dan MS juga mensyaratkan agar SDR tidak membawa alat komunikasi apa pun.
Baca juga: KPK: Konstruksi perkara suap eks Kepala BPN Riau terkait HGU
Setelah menerima uang tersebut, MS kemudian memimpin ekspose permohonan perpanjangan HGU PT AA dan menyatakan usulan perpanjangan itu bisa ditindaklanjuti dengan adanya surat rekomendasi dari Andi Putra selaku Bupati Kuansing yang menyatakan tidak keberatan adanya kebun masyarakat dibangun di Kabupaten Kampar, Riau.
Terkait penerimaan uang, KPK menduga MS memiliki dan menggunakan beberapa rekening bank dengan menggunakan nama kepemilikan diantaranya para pegawai Kanwil PBN Riau dan pegawai kantor pertanahan Kabupaten Kampar.
KPK juga menduga dalam kurun waktu September 2021-27 Oktober 2021, MS menerima aliran sejumlah uang baik melalui rekening bank atas nama pribadi MS maupun atas nama dari beberapa pegawai BPN tersebut sejumlah sekitar Rp791 juta yang berasal dari FW.
Selain itu, pada kurun waktu tahun 2017-2021, MS juga diduga menerima gratifikasi sejumlah sekitar Rp9 miliar dalam jabatannya selaku Kepala Kanwil BPN di beberapa provinsi. Hal itu akan didalami dan dikembangkan tim penyidik.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2022