Jakarta (ANTARA) -
"Regulasi (PP Nomor 21 Tahun 2022) ini disusun untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat Indonesia, serta merupakan pintu masuk bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk dapat berkontribusi kepada pembangunan," kata Direktur Tata Negara Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham Baroto dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
PP Nomor 21 Tahun 2022 itu mengatur tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia yang baru dikeluarkan.
Baroto dalam workshop bertemakan "Strategi Penguatan Implementasi Regulasi Kewarganegaraan Dalam Mewujudkan Perlindungan dan Kepastian Hukum Bagi Anak Berkewarganegaraan Ganda" di Bandung, mengatakan PP Nomor 21 Tahun 2022 itu mempermudah bagi anak berkewarganegaraan ganda yang belum mendaftar sebagai WNI dan sudah mendaftar, tetapi belum memilih kewarganegaraan Indonesia.
"Batas pendaftaran permohonan sampai 31 Mei 2024 (anak berkewarganegaraan ganda belum mendaftar). Permohonan melalui Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM sesuai dengan domisili pemohon," katanya.
Tak hanya itu, kata Baroto, PP itu juga memberikan kemudahan bagi anak berkewarganegaraan ganda untuk mendaftar sebagai WNI.
Pertama, dalam hal anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia dan tidak memiliki persyaratan surat keterangan keimigrasian (ITAP/ITAS), dapat melampirkan biodata penduduk yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
"Kedua, bagi anak-anak yang belum mempunyai pekerjaan dan/atau penghasilan sebagaimana dipersyaratkan maka dapat diwakilkan oleh orang tuanya sebagai penjamin," jelasnya.
Ketiga, dikenakan pembedaan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku bagi kewarganegaraan anak-anak tersebut, yaitu hanya sebesar Rp5 juta.
Baroto menambahkan sebagai bagian dari masyarakat dan komunitas global, tentunya regulasi dan kebijakan Indonesia dalam bidang status kewarganegaraan harus menjunjung tinggi nilai-nilai universal dalam kewarganegaraan, yaitu menghindari kondisi tanpa kewarganegaraan (stateless).
Terlebih, Indonesia sebagai negara yang menganut asas ius sanguinis, yakni kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan dan hanya mengenal kewarganegaraan ganda secara terbatas.
Pada kesempatan sama, Dekan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Dr. Idris mengatakan UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan memang perlu direvisi karena sudah tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kewarganegaraan.
Namun, hadirnya PP Nomor 21 Tahun 2022 itu sudah membantu masyarakat terutama bagi anak berkewarganegaraan ganda untuk bisa menjadi WNI.
"Belum adanya revisi UU Nomor 12 Tahun 2006 bisa teratasi dengan PP Nomor 21 Tahun 2022. Bisa membantu anak berkewarganegaraan ganda dalam memilih WNI," ujarnya.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2022