Tokyo (ANTARA) - Dolar AS bertahan kuat terhadap mata uang utama lainnya di perdagangan Asia pada Selasa sore, menyusul reli terbesarnya dalam dua minggu setelah data industri jasa-jasa yang kuat di Amerika Serikat memicu spekulasi bahwa Federal Reserve (Fed) dapat menaikkan suku bunga lebih besar dari yang diproyeksikan baru-baru ini.

Dolar Australia bangkit dari posisi terendah hampir satu minggu setelah bank sentral Australia, Reserve Bank of Australia (RBA), menaikkan suku bunga untuk kedelapan kalinya dalam beberapa bulan, dengan pernyataan yang menyertainya sedikit kurang dovish dari yang diperkirakan pelaku pasar.

Indeks dolar AS - yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama - berpindah tangan pada 105,27 di perdagangan Asia, stabil setelah reli 0,7 persen pada Senin (5/12/2022), terbesar sejak 21 November.

Indeks turun ke 104,1 untuk pertama kalinya sejak 28 Juni karena para pedagang terus mengendalikan taruhan pengetatan The Fed yang agresif.

Namun, kemudian berbalik arah karena indeks PMI non-manufaktur Institute for Supply Management (ISM) tiba-tiba naik, menunjukkan sektor jasa-jasa, yang menyumbang lebih dari dua pertiga aktivitas ekonomi AS, tetap tangguh.

Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) akan memutuskan kebijakan pada 15 Desember. Pedagang saat ini memperkirakan kenaikan setengah poin ke kisaran kebijakan 4,25-4,5 persen dan suku bunga terminal sedikit di atas 5,0 persen pada Mei.

Baca juga: Dolar bertahan kuat di Asia, pasar bertaruhan Fed bakal "hawkish"

"Dolar benar-benar menguat di seluruh papan," kata Manajer Cabang State Street, Bart Wakabayashi, di Tokyo. "Saya pikir ada beberapa posisi short dolar, dan semua rilis ekonomi semalam dari AS sangat kuat dan mengarah ke Fed yang hawkish. Mereka akan menaikkan suku bunga selama data menunjukkan mereka perlu."

Imbal hasil obligasi pemerintah AS jangka panjang naik paling tinggi sejak 20 Oktober semalam, mengirimkan pasangan dolar-yen yang sensitif terhadap imbal hasil naik 1,83 persen ke level 136,835. Dolar terus memiliki keunggulan pada Selasa, dengan yen di 136,94.

Euro juga datar setelah rebound ringan di awal sesi, di 1,0492 dolar menyusul penurunan 0,46 persen semalam. Sterling pulih 0,16 persen menjadi 1,22035 dolar setelah pada Senin mundur 0,88 persen.

Dolar Australia naik 0,6 persen menjadi 0,6738 dolar, bangkit kembali dari penurunan 1,4 persen semalam setelah RBA mengatakan tidak pada jalur yang telah ditetapkan untuk memperketat kebijakan tetapi inflasi masih tinggi. Investor telah mewaspadai tanda-tanda jeda pengetatan setelah inflasi secara tak terduga mereda bulan lalu.

RBA menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin ke puncak 10 tahun sebesar 3,1 persen dan tidak bertemu lagi hingga Februari.

Baca juga: Rupiah melemah, tertekan ekspektasi naiknya suku bunga bank sentral AS

"Sementara RBA telah berbicara tentang jeda secara terbuka, kita mungkin tidak sedekat yang saya pikirkan," kata Analis Senior dbroker City Index, Matt Simpson, di Brisbane.

"Dan dengan RBA memperkirakan inflasi terus lebih tinggi dan belanja rumah tangga tetap kuat seperti sebelumnya, maka RBA mungkin akan naik 25 basis poin lagi di Februari dan Maret sebelum menilai kembali."

Namun dalam beberapa hari terakhir, kebijakan RBA telah mengambil tempat di belakang optimisme tentang pelonggaran pembatasan COVID-19 yang mencekik di China, mitra dagang utamanya.

Aussie mencapai puncak 2,5 bulan di 0,6851 dolar AS pada Senin (5/12/2022), dengan sumber mengatakan kepada Reuters bahwa perubahan kebijakan di Beijing terkait COVID dapat terjadi paling cepat pada Rabu (7/12/2022).

"Kisah minggu lalu - dan itu benar-benar menjadi pendorong penjualan dolar - telah menjadi ekspektasi semacam kelegaan dari kebijakan nol-COVID China, dan itu tentu saja memiliki implikasi besar bagi perdagangan global dan masalah rantai pasokan yang telah mendorong inflasi global," kata Wakabayashi.

Baca juga: Dolar Aussie jatuh setelah bank sentral naikkan suku bunga lebih kecil

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022