Orientasinya betul-betul kecakapan dasar

Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Standar, Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Anindito Aditomo menuturkan penggunaan teknologi pada kurikulum Merdeka Belajar bertujuan untuk menyasar lebih banyak tenaga pendidik dan siswa.

“Selalu ada kritik kenapa bertumpu pada teknologi, kan akses teknologi masih timpang. Betul, tapi dengan teknologi kita bisa menjangkau jauh lebih banyak guru, siswa dan satuan pendidikan,” katanya dalam acara Temu Inovasi yang disaksikan secara daring, Selasa.

Anindito menegaskan bahwa poin utamanya bukan mengenai perlu atau tidak perlu menggunakan teknologi. Namun, teknologi merupakan hadiah terutama dalam konteks Indonesia yang luas dan beragam.

“Bahwa ada ketimpangan itu PR, bukan hanya PR Kemendikbud tapi PR kita bersama. Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, organisasi-organisasi masyarakat untuk menutup ketimpangan dalam infrastruktur itu,” ujarnya.

Baca juga: Platform pendidikan berbasis teknologi strategi utama Merdeka Belajar

Baca juga: Nadiem: Adaptasi teknologi ke dunia pendidikan jawab tantangan

Kurikulum Merdeka Belajar, sebutnya, merupakan upaya agar seluruh anak di Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan pengalaman belajar, terlepas dari daerah tinggal, latar belakang orang tua, tingkat pendidikan orang tua, sekolah negeri atau swasta.

Berangkat dari filosofi Ki Hajar Dewantara, Pemerintah meyakini tujuan dari pendidikan untuk memerdekakan manusia, yakni manusia yang bisa berdiri di atas kekuatannya sendiri.

Salah satu hal terpenting untuk bisa mandiri adalah keterampilan belajar sepanjang hayat yang pondasinya terdiri dari literasi membaca, literasi matematika dan karakter esensial yang hidup di masyarakat modern, demokratis dan majemuk seperti di Indonesia.

Oleh karena itu, Kemendikbud lebih mengutamakan kecakapan dasar dalam kurikulum Merdeka Belajar. Termasuk dengan menerapkan Asesmen Nasional untuk mengetahui tingkat literasi membaca, literasi matematika dan karakater dasar serta tidak lagi mengukur keluasan konten atau isi seperti yang diterapkan pada Ujian Nasional.

“Untuk menentukan anak lulus atau tidak, itu orientasinya betul-betul kecakapan dasar ini bukan penguasaan konten. Konten penting tidak bisa dilepaskan dari kecakapan tapi konten itu sarana,” jelas dia.

Lebih lanjut Anindito juga menyampaikan bahwa Asesmen Nasional juga diiringi dengan peningkatan kualitas lingkungan belajar dan mewujudkan sekolah yang aman dari perilaku bullying, kekerasan, kekerasan seksual, aman dari intoleransi serta inklusif.

“Hasil dari Asesmen Nasional kita tampilkan di rapor pendidikan, kita kembalikan sebagai umpan balik kepada sekolah dan madrasah kepada Pemerintah Daerah dan Pemerintah pusat juga sebagai cermin bagi kita untuk memonitor sampai dimana kita dalam perjalanan untuk menuju cita-cita tadi,” tuturnya.

Baca juga: Program Kampus Mengajar dinilai sukses atasi kesenjangan pembelajaran

Baca juga: Program Merdeka Belajar mewujudkan pendidikan berkualitas

Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022