Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjamin kualitas produk perikanan Indonesia ke Australia dengan mengadakan mutual recognition arrangement (MRA) terkait komoditas perikanan Indonesia bisa bebas masuk ke Negeri Kanguru dan bersaing dengan produk Thailand dan Vietnam.
"Sebenanrnya, ekspor produk perikanan Indonesia tidak ada masalah terkait kualitas dan keamanannya. Namun, produk Indonesia selalu tertunda masuk ke pasar Australia. Menurutnya, hal ini disebabkan karena kebijakan wajib uji histamin," kata Kepala Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan KKP Pamuji Lestari dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin.
Pamuji Lestari atau yang akrab disapa Tari mengatakan negara-negara yang sudah ada MRA dengan Australia seperti Thailand dan Vietnam produknya bisa langsung masuk ke pasar Australia karena telah mendapat kepercayaan bahwa produk tersebut lolos uji histamin di negara asal.
Sementara untuk produk Indonesia harus diuji dulu dan memerlukan waktu lima hari untuk menunggu hasil uji, baru setelahnya bisa masuk pasar Australia. Hal ini membuat produk Indonesia kalah saing dengan Vietnam dan Thailand karena sudah tidak segar lagi.
Karenanya, melalui MRA antara BKIPM KKP dengan Department of Agriculture, Fisheries dan Forestry (DAFF), Tari berharap Australia bisa mengakui bahwa laboratorium di Indonesia memiliki kapasitas pengujian histamin dan tidak akan melakukan kebijakan automatic detention di perbatasan untuk menunggu hasil pengujian histamin.
"MRA akan membuka peluang Indonesia meningkatkan ekspor ikan hias dan ikan hidup konsumsi dengan adanya kegiatan joint pre-border surveillance dan twinning lab sehingga mempermudah akses masuk komoditas perikanan hidup ke Australia," kata Tari.
Guna meyakinkan otoritas Australia, Tari menyebut Indonesia memiliki laboratorium yang mampu melakukan uji histamin dengan standar internasional/Uni Eropa. Oleh karena itu Indonesia mengusulkan melalui MRA adanya harmonisasi pengujian laboratorium dan menawarkan kepada pihak Australia pengujian dilakukan di Indonesia, sementara di perbatasan Australia hanya tindakan surveilan.
Bukan hanya itu, Tari juga menunjukkan Indonesia memiliki laboratorium penyakit ikan yang berstandar internasional dan mendapat certificate of completion dan WOAH dalam twinning lab program dengan WOAH Lab Reference untuk penyakit udang WSSV dan IHHNV.
"Indonesia menawarkan kepada Australia adanya harmonisasi sistem manajemen biosekuriti/kesehatan ikan melalui MRA sehingga memungkinkan minimalisasi jumlah sampel yang diuji di border Australia sehingga mempercepat hasil perikanan Indonesia masuk ke pasar Australia," katanya.
Sementara dalam pertemuan sebelumnya, pihak DAFF Australia menyatakan bahwa negaranya dengan Indonesia memiliki hubungan yang baik dan memiliki perhatian yang sama dalam memajukan perdagangan komoditas perikanan kedua negara. Bahkan, Australia juga tertarik untuk meningkatkan kerja sama dengan Indonesia terutama dalam hal harmonisasi dan implementasi electronic certificate.
"Di pertemuan tersebut terungkap bahwa Australia sedang berusaha untuk membangun kerja sama dengan mitra dagang terkait electronic certificate," kata Sektretaris BKIPM Hari Maryadi.
Hari optimis produk Indonesia bisa cepat masuk Australia karena DAFF mencatat dan memahami bahwa sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan Indonesia telah diakui dunia internasional.
Baca juga: Mendag lepas ekspor ikan sarden senilai 2,7 juta dolar AS ke Australia
Baca juga: IEB Institute: Potensi ekspor komoditi ikan hias harus dioptimalkan
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022