Semarang (ANTARA) - Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) hingga kini masih berupa rancangan meski tahapan ini mulai 6 Desember 2022.
Sebelumnya, pada tanggal 30 November 2022, Hakim Konstitusi membacakan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 87/PUU-XX/2022 yang menyatakan norma Pasal 240 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai sebagaimana apabila dirumuskan selengkapnya berbunyi:
Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah warga negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan:
(i) tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih, kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa;
(ii) bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana; dan (iii) bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang.
Sebelum putusan MK tersebut, isi Pasal 240 ayat (1) huruf g menyebutkan bahwa bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah warga negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
Baik sebelum maupun setelah putusan MK, tidak ada frasa "mantan terpidana, bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi". Frasa ini terdapat di dalam PKPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Frasa itu termaktub dalam Pasal 4 ayat (3) yang menyebutkan bahwa dalam seleksi bakal calon secara demokratis dan terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi. Namun, Mahkamah Agung RI menganulirnya.
Melalui Putusan MA Nomor 46 P/HUM/2018 menyatakan Pasal 4 ayat (3), Pasal 11 ayat (1) huruf d, dan Lampiran Model B.3 PKPU No. 20/2018 sepanjang frasa "mantan terpidana korupsi" bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 juncto UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undang.
Akan tetapi, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 87/PUU-XX/2022 hanya terkait dengan persyaratan pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, atau tidak menyinggung persyaratan calon peserta Pemilu Anggota DPD RI.
Jika dicermati uraian dalam putusan MK itu, permohonan pemohon judicial review hanya Pasal 240 ayat (1) huruf g UU No. 7/2017 tentang Pemilu terhadap UUD NRI Tahun 1945. Pemohon tidak mengajukan uji materi Pasal 182 huruf g.
Dalam Pasal 182 huruf g menyebutkan bahwa perseorangan dapat menjadi peserta pemilu setelah memenuhi persyaratan tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
Walau Pasal 240 ayat (1) huruf g dan Pasal 182 huruf g berisi syarat yang sama, apakah Rancangan PKPU tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD akan berpedoman pada Putusan MK Nomor 87/PUU-XX/2022?
Dalam draf tanggal 3 Oktober 2022, Rancangan PKPU tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD masih mencantumkan dalam Pasal 15 huruf g. Isinya sama dengan Pasal 182 huruf g UU No. 7/2017 tentang Pemilu.
Meski putusan MK itu sudah jelas, seyogianya KPU sebelum menetapkan PKPU tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD berkonsultasi dengan DPR RI karena terkait dengan persyaratan pencalonan peserta Pemilu Anggota DPD, sebagaimana termaktub dalam draf Pasal 15 huruf g.
Draf rancangan PKPU tersebut sebaiknya dibahas kembali bersama Komisi II DPR RI, Pemerintah, Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) guna memutuskan apakah persyaratan menjadi calon anggota DPD RI tetap sesuai dengan UU Pemilu atau putusan MK.
Adapun tahapan dan jadwal penyelenggaraan Pemilu 2024 berdasarkan PKPU Nomor 3 Tahun 2022, tahapan pencalonan perseorangan peserta Pemilu Anggota DPD RI mulai 6 Desember 2022 hingga 25 November 2023.
Sementara itu, dalam draf program dan jadwal kegiatan tahapan pencalonan perseorangan peserta pemilu, penyerahan syarat dukungan mulai 12 Desember sampai dengan 18 Desember 2022.
Verifikasi syarat dukungan meliputi: verifikasi jumlah minimal dukungan dan sebaran pada tanggal 12 Desember s.d. 19 Desember 2022; dan verifikasi administrasi mulai 19 Desember 2022 hingga 1 Januari 2023.
Rekapitulasi hasil verifikasi administrasi perbaikan pertama dan penentuan sampel dukungan pada tanggal 18—22 Januari 2023, verifikasi faktual pertama pada tanggal 23 Januari—12 Februari 2023, rekapitulasi oleh KPU kabupaten/kota dan KPU provinsi pada tanggal 13—20 Februari 2023.
Dalam draf tersebut, KPU menjadwalkan perbaikan syarat dukungan oleh bakal calon anggota DPD mulai 21 Februari hingga 1 Maret 2023.
Tahapan terakhir, yakni penyusunan daftar calon tetap (DCT) anggota DPD (2—24 November 2023), penetapan DCT anggota DPD (25 November 2023), dan pengumuman DCT pada tanggal 26 s.d. 28 November 2023.
Copyright © ANTARA 2022