Jakarta (ANTARA) - Tinjauan Kemanusiaan Global 2023 yang diluncurkan pada Kamis (1/12) oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam kolaborasi dengan sejumlah organisasi nonpemerintah dan mitra kemanusiaan lainnya melukiskan gambaran kelam tentang masa depan.

Setidaknya 222 juta orang di 53 negara akan menghadapi kerawanan pangan akut pada akhir 2022, dengan 45 juta orang di 37 negara berisiko kelaparan.

Laporan tersebut menunjukkan bahwa kesehatan masyarakat masih berada di bawah tekanan akibat COVID-19, cacar monyet, penyakit yang ditularkan melalui vektor, serta wabah Ebola dan kolera, dan pada saat yang sama, perubahan iklim meningkatkan risiko dan kerentanan.

"Hingga akhir abad ini, panas ekstrem dapat merenggut nyawa sebanyak kanker," kata laporan itu.

"Kebutuhan kemanusiaan sangat tinggi, karena peristiwa ekstrem tahun ini akan berdampak hingga 2023," kata Koordinator Bantuan Darurat PBB Martin Griffiths.

Menurut laporan tersebut, dibutuhkan empat generasi, atau 132 tahun, untuk mencapai paritas gender global, dan secara global, sebanyak 388 juta wanita dan anak perempuan hidup dalam kemiskinan ekstrem.

Sebagai akibat dari berbagai krisis, tahun depan akan mencetak rekor baru untuk kebutuhan bantuan kemanusiaan, dengan 339 juta orang membutuhkan bantuan di 68 negara, meningkat 65 juta orang dibandingkan tahun lalu.

Memasuki awal 2023, perkiraan biaya respons kemanusiaan mencapai 51,5 miliar dolar AS (1 dolar AS = Rp15.617), naik 25 persen dibandingkan awal 2022, papar laporan itu.



"Bagi orang-orang yang berada di ambang keterpurukan, permohonan bantuan 51,5 miliar dolar AS ini menjadi penyelamat hidup mereka. Bagi masyarakat internasional, ini strategi guna menepati janji untuk tidak meninggalkan siapa pun," tuturnya.


Pewarta: Xinhua
Editor: Desi Purnamawati
Copyright © ANTARA 2022