Beijing (ANTARA) - Akademisi dari Bard College New York John Pang menilai modernisasi China menawarkan model alternatif bagi negara berkembang lainnya.
Pang mengatakan China menganut jalur pragmatis serta mencapai transformasi industri dan sosial tanpa kolonisasi, imperialisme, atau mengeksploitasi negara lain. Sembari belajar dari pengalaman Barat, tambahnya, China menyelaraskan jalurnya dengan sejarah dan budayanya sendiri.
"Ini menjadi model bagi negara-negara lain untuk maju dengan menyelaraskan dan memahami sejarah mereka sendiri, termasuk sejarah ekonomi politik mereka. Ini benar-benar menggulingkan teori, yang merupakan semacam paradigma ilmu sosial pada abad ke-20 dan awal abad ke-21, yaitu hipotesis konvergensi modernisasi dan bahwa semua modernisasi mengarah pada satu model saja," kata Pang seperti dikutip dari Xinhua, Kamis.
Dia menambahkan hal tersebut merupakan pemisahan dari jalur neoliberalisme yang sebenarnya gagal. Jalur neoliberalisme memberikan ilusi ini bahwa ada jalan menuju kemakmuran bagi Global South. Faktanya, lanjut Pang, hal itu hanyalah sebuah ilusi.
"Tangganya tidak ada atau tangganya ditarik jika Anda naik beberapa langkah, seperti yang dirasakan negara-negara Asia Tenggara pada 1997, saat terjadi krisis keuangan Asia," katanya.
Jalur modernisasi China disorot dalam laporan Kongres Nasional ke-20 Partai Komunis China (CPC) yang diadakan bulan lalu, kata Pang.
Dalam rencana strategis dua langkah, CPC pada dasarnya menargetkan untuk mewujudkan modernisasi sosialis mulai tahun 2020 hingga 2035. Selain itu, CPC juga membangun China menjadi negara sosialis modern yang sejahtera, kuat, demokratis, maju secara budaya, harmonis, dan indah mulai 2035 hingga pertengahan abad ini.
"Jalur China menunjukkan bahwa pemerintah memainkan peranan kunci dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan merata, bahwa ekonomi perlu dikelola untuk rakyat, bahwa ada cara untuk maju saat menggunakan pasar," ujar Pang.
Jalur modernisasi China setidaknya menjadi inspirasi bagi negara-negara lain.
Pewarta: Xinhua
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022