Banjarmasin (ANTARA) - Terdakwa mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming mengaku tidak pernah mengintervensi pengalihan izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi dari PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) ke PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) saat sidang di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Kamis.
"Saya tidak pernah mengintervensi apalagi memarahi kepala dinas memaksa mengurus pengalihan," kata terdakwa membantah keterangan mantan Kadis ESDM Tanah Bumbu Dwijono Putrohadi Sutopo yang menjadi saksi.
Dwijono dihadirkan bersama lima saksi lainnya oleh jaksa penuntut umum (JPU) KPK dalam sidang lanjutan perkara dugaan korupsi izin tambang yang menjerat Mardani.
Di hadapan Ketua Majelis Hakim Heru Kuntjoro, saksi Dwijono menyebut Surat Keputusan (SK) Bupati Tanbu nomor 296 Tahun 2011 tentang persetujuan pengalihan izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi (OP) dari PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) ke PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) diberi tanggal mundur.
SK tersebut diteken terdakwa yang saat itu masih berstatus Bupati Tanbu pada Juni 2011, namun diberi tanggal 16 Mei 2011.
Alasannya, agar IUP OP yang dialihkan dari PT BKPL kepada PT PCN atas permohonan Henry Soetio selaku Dirut PT PCN itu sempat untuk diinputkan dalam tahap pertama evaluasi clean and clear (CNC) pada Ditjen Minerba, Kementerian ESDM.
"Kalau Juni mundur lagi karena CNC dilakukan bertahap harus menunggu tahap selanjutnya menunggu dikumpulkan IUP lain," kata Dwijono.
Diketahui dalam dakwaan JPU KPK yang dipimpin Budhi Sarumpaet, SK Bupati tersebut merupakan salah satu unsur penting yang disebut sebagai dasar Henry Soetio diduga memberikan fee melalui jalur perusahaan kepada terdakwa.
Hingga pukul 18.00 Wita, pemeriksaan saksi-saksi masih berlanjut antara lain dari kalangan swasta yakni Jimmy Budianto, Kartono Susanto, Riza Azhari dan adik kandung terdakwa yaitu Rois Sunandar.
Persidangan atas perkara ini direncanakan berlangsung sampai malam hari hingga seluruh saksi rampung dimintai keterangannya.
Dalam perkara ini Mardani didakwa dua dakwaan alternatif.
Pertama Pasal 12 huruf b Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pada dakwaan alternatif kedua Pasal 11 Jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pewarta: Firman
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2022