Jakarta (ANTARA) - Perekonomian Amerika Serikat (AS) pada kuartal ketiga (Q3) tahun ini tumbuh lebih cepat dibanding perkiraan awal, tetapi negara itu masih menghadapi kemungkinan terjadinya resesi atau penurunan ekonomi tahun depan.

Produk Domestik Bruto (PDB), total nilai seluruh barang dan jasa AS, naik dengan laju yang disetahunkan sebesar 2,9 persen, menurut perkiraan kedua yang dirilis pada Rabu (30/11).

Angka tersebut dinaikkan dari peningkatan 2,6 persen yang dilaporkan bulan lalu. Revisi itu mencerminkan peningkatan belanja bisnis dan konsumen serta pengurangan impor.

Pada saat yang sama, ekonomi menghadapi kemungkinan resesi pada paruh pertama tahun depan, di saat Federal Reserve (The Fed) AS menjalani siklus kenaikan suku bunga paling intens selama empat dekade dalam upaya untuk meredam inflasi terburuk sejak era 1980-an.

Pengeluaran yang berlebihan dari pemerintah saat ini adalah penyebab dari inflasi yang tak terkendali, menurut para ekonom.

Sejumlah pertanda mengindikasikan kemungkinan terjadinya penurunan tahun depan. Pasar perumahan anjlok seiring kenaikan suku bunga memicu tingkat hipotek tertinggi dalam 20 tahun, mempersulit para calon pembeli untuk membeli rumah.

Suku bunga hipotek tetap untuk jangka waktu 30 tahun melewati angka 7 persen pada Oktober, pertama kalinya dalam dua dekade, menurut data dari Freddie Mac, perusahaan yang menyediakan pinjaman hipotek.

Angka tersebut lebih dari dua kali lipat rata-rata 3,10 persen pada periode yang sama tahun lalu. Selain itu, investasi hunian juga mengalami penurunan selama enam kuartal berturut-turut.

Namun, satu hal positif yang dapat diambil dari perkiraan yang suram itu adalah bahwa setiap resesi diperkirakan akan berlangsung singkat. Hal ini disebabkan oleh kekuatan yang besar di pasar tenaga kerja AS, sebut para ekonom.

Pewarta: Xinhua
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2022