Jakarta (ANTARA) - Dokter Spesialis Kulit Dr. Margaretha Indah Maharani, SpKK, FINSDV, FAADV menjelaskan bahwa penggunaan bawang putih untuk mengobati jerawat justru dapat membahayakan kulit.
“Memang ini banyak banget sih. Kalau googling di internet juga banyak ‘bawang putih untuk jerawat’ gitu. Saya juga pernah ada pasien, enggak cuma satu dua. Itu mukanya muncul kayak luka bakar karena pakai bawang putih,” kata Rani saat dijumpai di Mall Kota Kasablanka, Jakarta Selatan, Kamis.
Rani menjelaskan bahwa bawang putih sendiri memiliki rasa yang pedas sehingga memiliki sifat iritatif. Sehingga, jika meletakkan bawang putih di kulit maka akan menimbulkan luka bakar kimiawi.
Oleh sebab itu, penggunaan bawang putih untuk jerawat yang meradang justru akan membuat kondisi menjadi semakin buruk.
“Jadi coba deh nyemil bawang putih mentah, gigit. Itu pedas. Karena dia iritatif. Kebayang dong kalau bawang putih diulek, masih fresh diletakan di muka? Apa yang terjadi? Luka bakar kimiawi. Jadi bisa mengakibatkan merah bahkan hingga berlubang,” jelas Rani.
“Bukannya ngobatin justru tambah rusak. So jangan di coba ya! Karena nanti endingnya gejala sisanya itu akan lebih repot ngilangin bekas bawang putihnya daripada bekas jerawatnya itu sendiri,” tambahnya.
Tren MSG untuk memutihkan kulit
Tak hanya tren menggunakan bawang putih untuk mengobati kulit berjerawat, muncul pula tren yang mengatakan bahwa MSG dapat memutihkan kulit.
Namun lagi-lagi, Rani menegaskan bahwa tren ini tak baik untuk diikuti.
“Kedua, ada juga tren TikTok bilang MSG bisa buat pemutih. Sebenarnya gini, segala sesuatu itu kan diperuntukkan ada tujuannya masing-masing,” ujarnya.
“Tentu ada zat-zat chemical ingridients yang bisa tumpang tindih. Contohnya lidah buaya. Bisa dimakan, bisa juga buat skincare. Tapi itu ada ekstraknya. So, MSG dibuat dengan komponen seperti itu untuk memasak,” lanjutnya.
Rani menjelaskan jika MSG atau micin diletakkan di wajah, maka tak akan pula menembus kulit karena MSG memiliki molekul yang besar. Tak hanya itu, tren ini juga bisa mengakibatkan iritasi pada kulit.
“Jadi kalau ditempel di muka, dia tidak diformulasikan untuk kulit. Satu, kalau dia punya zat aktif, itu tidak menembus kulit karena jarak molekulnya pasti besar. Kedua, kalau dengan dosis yang tinggi dibalurin, itu akan mengakibatkan efek iritasi,” papar Rani.
“Iritasi ringan dan kemudian jadi berat akan menimbulkan efek inflamasi. Jadi misal yang sudah ada komedo, terus jadi iritasi, maka meradang. Tambah parah. Kemudian memerah, bekasnya jadi hitam. Jadi endingnya ya nggak jadi putih,” sambungnya.
Munculnya tren-tren perawatan wajah memang banyak dipercaya dan diikuti oleh masyarakat. Namun, Rani mengimbau agar masyarakat tak mudah percaya dengan konten tersebut.
Sebaiknya, lihatlah apakah sumber informasi yang didapat memiliki latar belakang yang kredibel. Dengan demikian, masyarakat pun juga dapat terhindar dari hoax yang membahayakan kesehatan kulit.
“Tipsnya konten tuh banyak banget. Saya sih saraninnya kita harus mengedukasi diri kita sendiri. Jadi mendapatkan informasi dari sumber yang credible,” kata Rani.
“Jadi kalau kita lihat TikTok, yang ngasih tips ini siapa. Andaikan saya, lalu saya ngajarin teknik tambal ban, jangan percaya. Saya nggak bisa. Jadi harus dilihat, yang bikin konten latar background-nya apa,” pungkasnya.
Baca juga: Tips kecantikan ala Natasha Wilona, selalu bawa "sheet mask"
Baca juga: Kiat rawat kulit tetap "glowing" untuk wanita usia 30-an
Baca juga: Tiga langkah memilih "skincare" ala Jeon Somi
Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2022