Kupang (ANTARA News) - Warga Negara Indonesia (WNI) yang mencari nafkah hidup di Dili, Timor Leste, kini sudah bersiap-siap meninggalkan ibukota negara itu menuju Timor bagian barat di NTT setelah barikade di jalanan umum yang menutup sejumlah ruas jalan utama di negara itu sudah berhasil dibersihkan oleh aparat keamanan negara tersebut. "Informasi dari kedutaan kita di Dili menyebutkan bahwa pada hari ini (Senin, red) sejumlah WNI yang berhasil menyelematkan diri ke KBRI pasca kerusuhan hari Jumat di Dili, sudah bersiap-siap untuk tinggalkan ibukota negara itu menuju NTT," kata Komandan Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan (Dansatgas Pamtas) NTT-Timor Leste, Kol Art Ediwan Prabowo ketika dihubungi ANTARA News dari Kupang, Senin. Ia mengatakan, pilihan WNI untuk meninggalkan ibukota negara itu karena situasi keamanan di Kota Dili dan sekitarnya belum kondusif pasca kerusuhan hari Jumat yang mengakibatkan empat warga sipil tewas dan puluhan orang lainnya luka-luka. Prabowo menambahkan WNI belum bisa meninggalkan Dili pasca kerusuhan hari Jumat di Tacitolu karena sejumlah ruas jalan utama yang menghubungkan Dili dengan Atambua, ibukota Kabupaten Belu, NTT, diblokir oleh massa pengunjuk rasa. "Kini, ruas jalan yang diblokade itu sudah dibersihkan sehingga tidak lagi mengganggu arus lalu lintas kendaraan dan manusia dari dan ke Dili. Situasi ini yang tampaknya dimanfaatkan oleh warga negara kita untuk segera meninggalkan Kota Dili," katanya menambahkan. Menurut laporan Menlu Timor Leste, Jose Ramos Horta, jumlah WNI yang bekerja di wilayah bekas provinsi ke-27 Indonesia dan bekas koloni Portugis itu tercatat sekitar 1.500 orang. Ketika meletusnya insiden hari Jumat di Tacitolu, sekitar 38 WNI meminta perlindungan di Kantor KBRI di Dili dan sebagiannya lagi di Masjid An Nur Dili di wilayah Kampung Alor, Dili Timur. Ketika ditanya tentang kemungkinan eksodus warga Timor Leste ke wilayah NTT, Dansatgas Pamtas NTT-Timor Leste itu mengatakan pihaknya sudah membangun hubungan kerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Belu pimpinan Bupati Joachim Lopez untuk merelokasi mereka pada 18 titik penampungan di wilayah perbatasan kedua negara. "18 titik penampungan itu sudah kami siapkan di wilayah perbatasan NTT-Timor Leste untuk menjaga kemungkinan terjadinya eksodus warga Timor Leste ke wilayah NTT. Kita punya kewajiban untuk menampung dan memberikan perlindungan keamanan kepada mereka sesuai ketentuan hukum internasional," ujarnya. Ia menjelaskan, jika suatu negara sedang dalam peperangan atau mengalami kekacauan hebat di dalam negerinya, negara tetangga atau negara-negara lain punya kewajiban untuk menampung dan memberikan perlindungan keamanan kepada warga negaranya, karena mereka merasa tidak aman hidup di negaranya sendiri. Titik-titik penampungan tersebut, jelas Prabowo, disiapkan untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang tidak diinginkan seperti yang terjadi pada 1999 pasca jajak pendapat di wilayah bekas provinsi ke-27 Indonesia itu. (*)
Copyright © ANTARA 2006