Singapura (ANTARA) - Harga minyak menguat di perdagangan Asia pada Rabu sore, ditopang penurunan angka persediaan minyak mentah AS dari API, greenback yang lebih rendah serta beberapa optimisme pada prospek permintaan dan ekonomi China.

Namun, kemungkinan besar bahwa OPEC+ akan membiarkan produksinya tidak berubah pada pertemuan mendatang membatasi keuntungan.

Minyak mentah berjangka Brent terangkat 70 sen atau 0,84 persen, menjadi diperdagangkan di 83,73 dolar AS per barel pada pukul 07.32 GMT. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS naik 56 sen atau 0,72 persen, menjadi diperdagangkan di 78,76 dolar AS per barel.

Pasar masih dalam struktur contango, dengan perdagangan berjangka bulan depan lebih tinggi daripada harga spot.

Membantu mendongkrak harga, stok minyak mentah AS diperkirakan turun sekitar 7,9 juta barel dalam pekan yang berakhir 25 November, menurut sumber pasar yang mengutip angka American Petroleum Institute (API pada Selasa (29/11/2022).

Angka resmi akan keluar dari Badan Informasi Energi AS (EI) pada Rabu.

Sentimen optimis terkait China berkontribusi pada tren kenaikan perdagangan sore Asia.

"Data PMI China yang lemah mungkin telah dicerna karena optimisme pembukaan kembali baru-baru ini membayangi data ekonomi yang tertinggal," kata analis pasar CMC Tina Teng, mengacu pada indeks manajer pembelian untuk November, yang dikeluarkan pada Rabu pagi.

China juga melaporkan lebih sedikit infeksi COVID-19 dibandingkan Selasa (29/11/2022), di tengah spekulasi pasar tentang protes akhir pekan yang kemungkinan mendorong pelonggaran pembatasan pergerakan COVID-19. Guangzhou, kota di selatan, melonggarkan aturan pencegahan COVID di beberapa distrik pada Rabu.

Dengan penguncian saat ini, data real-time menunjukkan hanya sedikit penurunan lalu lintas, dengan lalu lintas nasional pada minggu keempat November sebesar 95 persen dari level 2019, dibandingkan dengan 97 persen di awal bulan, menurut wakil presiden senior Rystad, Claudio Galimberti. Itu menandakan permintaan bahan bakar domestik yang lebih baik dari perkiraan.

Galimberti memperkirakan bahwa Brent akan diperdagangkan lebih tinggi sekitar 90 dolar AS per barel dan WTI sekitar 83 dolar AS per barel pada paruh pertama Desember.

Saham Asia juga rebound pada Rabu karena investor menyematkan harapan pada China yang pada akhirnya membuka kembali ekonominya.

Sedikit dukungan juga datang dari dolar AS yang lebih lemah. Ketua Fed Jerome Powell dijadwalkan untuk berbicara tentang ekonomi dan pasar tenaga kerja di acara Brookings Institution pada Rabu, ketika investor akan mencari petunjuk tentang kapan Fed akan memperlambat laju kenaikan suku bunga yang agresif.

"Pasar energi tidak menilai dengan tepat seberapa tangguh ekonomi global tetap ada dan minggu ini kita bisa melihat revisi naik dengan pembacaan PDB AS kuartal ketiga," kata analis senior Edward Moya di OANDA dalam catatan klien.

Likuiditas yang tipis dan kurangnya volume perdagangan menjelang akhir tahun juga dapat menopang pasar, menurut Virendra Chauhan dari Energy Aspects.

Di sisi pasokan, keputusan OPEC+ untuk mengadakan pertemuan virtual 4 Desember sebenarnya menandakan kemungkinan kecil perubahan kebijakan, sumber yang mengetahui langsung masalah tersebut mengatakan kepada Reuters pada Rabu.

"Reli minyak kehabisan tenaga setelah laporan bahwa OPEC+ mungkin akan mempertahankan produksinya tetap stabil. Ekspektasi meningkat bagi mereka untuk secara serius mempertimbangkan pengurangan produksi," tambah Moya.

Baca juga: Wall St beragam, S&P 500 ditutup turun, investor tunggu pidato Powell
Baca juga: Emas naik 8,40 dolar karena Fed mungkin perlambat kenaikan suku bunga
Baca juga: Dolar jatuh dari tertinggi satu minggu di Asia di tengah harapan China

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022