Jenewa (ANTARA) - Sekitar 3,6 miliar orang saat ini menghadapi akses air yang tidak memadai setidaknya sebulan dalam setahun, seperti dikatakan Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization/WMO) dalam laporannya, State of Global Water Resources 2021, yang diterbitkan pada Selasa (29/11).
Angka tersebut diproyeksikan meningkat menjadi lebih dari 5 miliar pada 2050. Laporan itu menilai dampak perubahan iklim, lingkungan, dan masyarakat terhadap sumber daya air di Bumi. Tujuannya adalah untuk mendukung pemantauan dan pengelolaan sumber daya air tawar global di era ketika permintaan terus meningkat dan pasokan terbatas.
Laporan itu menunjukkan bahwa karena pengaruh perubahan iklim dan fenomena La Nina (periode pendinginan suhu permukaan laut di Pasifik tropis), sebagian besar wilayah dunia mengalami kondisi yang lebih kering dari biasanya pada 2021.
Dibandingkan dengan rata-rata hidrologis selama 30 tahun, daerah dengan debit sungai di bawah rata-rata pada tahun lalu sekitar dua kali lebih besar dibandingkan daerah dengan debit sungai di atas rata-rata.
Menurut Sekretaris Jenderal WMO Petteri Taalas, meskipun dampak perubahan iklim sering dirasakan melalui air, seperti kekeringan yang lebih intens dan lebih sering, banjir yang lebih ekstrem, curah hujan musiman yang lebih tidak menentu, dan percepatan mencairnya gletser, pemahaman tentang perubahan distribusi, kuantitas, dan kualitas sumber daya air tawar masih kurang.
Laporan WMO tersebut bertujuan untuk mengisi kesenjangan pengetahuan ini, yang akan sangat membantu dalam menyediakan akses universal dalam lima tahun ke depan untuk peringatan dini bahaya, seperti banjir dan kekeringan, katanya.
Pewarta: Xinhua
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2022