Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan target Indonesia menuju three zero HIV/AIDS 2030 yakni zero infeksi baru HIV, zero kematian terkait AIDS dan zero stigma-diskriminasi masih belum optimal.

“Infeksi HIV masih menjadi masalah kesehatan global dan nasional. Kasus HIV di Kawasan Asia Tenggara menyumbang 10 persen dari total beban HIV di seluruh dunia,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Imran Pambudi dalam Temu Media Hari AIDS Sedunia 2022 yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa.

Imran menuturkan bahwa berdasarkan data yang dihimpun Kemenkes dari 2010-2020, tren penemuan kasus infeksi mengalami penurunan sebanyak 50 persen. Dari yang semula ada sebanyak 52.990 kasus di tahun 2010, turun menjadi 26.730 kasus pada 2020. Sementara temuan kasus yang ditargetkan pemerintah di tahun 2020 sebesar 14.000 kasus.

Meski mengalami penurunan, nyatanya pandemi COVID-19 membuat upaya eliminasi HIV/AIDS yang dilakukan pemerintah mengalami keterlambatan. Pemerintah sudah membuat jalur cepat untuk mengakhiri epidemic HIV dengan membuat target indikator.

Dimana dalam indikator itu ditargetkan 95 persen orang dengan HIV (ODHIV) mengetahui status HIV nya, 95 persen ODHIV diobati dan 95 persen ODHIV yang diobati mengalami supresi virus. Sayangnya, estimasi ODHIV yang ada di Indonesia sampai dengan September 2022 berjumlah 526.841.

Namun, ODHIV yang hidup dan mengetahui statusnya baru sebanyak 79 persen atau 417.863 orang saja. Sementara ODHIV yang sedang mendapatkan pengobatan ARV baru 169.767 orang atau 41 persen dan ODHIV yang virusnya tersupresi 27.381 orang.

“Tantangan penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia cukup besar. Berdasarkan pengamatan data 2018-2020 saja, tampaknya upaya pencegahan penularan HIV khususnya pada perempuan, anak dan remaja belum optimal,” katanya.

Imran kemudian membeberkan hal lain yang membuat penanggulangan HIV belum optimal adalah sebagian kasus HIV ditemukan pada kelompok usia 25-49 tahun.

Setiap tahunnya pun, masih ditemukan anak dengan HIV yang menunjukan penularan HIV dari ibu ke anak masih memerlukan penguatan. Di tambah dengan masih dirasakannya ketidaksetaraan dalam layanan HIV khususnya pada anak, perempuan dan remaja serta stigma dan diskriminasi yang mengakar kuat.

Di Indonesia pun prevalensi HIV di sebagian besar wilayah adalah 0,26 persen. Sementara di Papua dan Papua Barat mencapai 1,8 persen.

Imran mengatakan untuk mencapai target, saat ini program Kemenkes lebih berfokus pada pencegahan dibandingkan mengobati. Salah satunya adalah dengan memperkuat promosi kesehatan pada masyarakat dan bahaya HIV/AIDS.

Hal lain yang dilakukan di antaranya adalah menyediakan kondom dan pelicin bagi masyarakat, serta memperkuat skrining dan pengobatan IMS. Termasuk memberikan tes Sifilis dan HIV pada ibu yang sedang hamil.

Kemudian dalam penanganan kasusnya disesuaikan dengan standar yang ada yakni menggunakan ARV high potency untuk mengetahui indeksi menular seksual dan infeksi oportunistik. Pengamatan epidemiologi juga dilakukan melalui pengumpulan, pengolahan, analisis, interpretasi dan diseminasi data.

“Ini memerlukan dukungan semua pemangku kepentingan untuk mengatasi tantangan tersebut baik pemda, akademisi, masyarakat, swasta, media di sektor kesehatan maupun di luar kesehatan,” katanya.

Baca juga: Dokter: Prostitusi online picu meningkatnya HIV/AIDS pada remaja

Baca juga: Kemenkes: Sebanyak 12.553 anak usia di bawah 14 tahun terinfeksi HIV

Baca juga: JOB ajak warga bersedia lakukan pemeriksaan HIV/AIDS sedini mungkin

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2022