Jakarta (ANTARA) - Memperingati Annual World AMR Awareness Week 2022, Essity Indonesia turut mendukung upaya dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terkait AMR (Resistensi Anti Mikroba) dengan menghadirkan inovasi teknologi Sorbact.
”Kita tidak bisa menunggu. Masalah AMR perlu menjadi perhatian utama dan penting selain pandemi Covid-19. Hasil survei Global Hygiene & Health Essity tahun 2022 terhadap lebih dari 15.000 orang di 15 negara di seluruh dunia menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat terkait bahaya AMR masih rendah," ungkap Direktur Komersial Essity Indonesia Gustavo Vega saat diskusi daring, Selasa.
Baca juga: Mengenal manfaat ekstrak ikan gabus untuk sembuhkan luka kulit
"Untuk itu Essity terus mendukung adanya kolaborasi untuk mencegah dan menurunkan AMR. Essity berkomitmen untuk mendobrak hambatan terkait perawatan kesehatan melalui keahlian kami di bidang perawatan luka (wound care) dengan menghadirkan inovasi teknologi Sorbact yang inovatif dan efektif mencegah AMR pada perawatan luka sebagai salah satu ancaman kesehatan masyarakat di dunia saat ini, termasuk di Indonesia," tambahnya.
Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization / WHO) menyatakan bahwa AMR adalah salah satu dari sepuluh ancaman kesehatan masyarakat di dunia, terutama di negara berkembang dan dapat menjadi penyebab 10 juta kematian per tahunnya di seluruh dunia pada tahun 2050.
Dalam pernyataan Kementerian Kesehatan yang dikutip pada website-nya, AMR saat ini bisa dikatakan sebagai pandemi senyap (silent pandemic) karena angka kematiannya cukup tinggi.
Pada 2030, diperkirakan penggunaan antibiotik di seluruh dunia akan meningkat sebesar 30 persen, bahkan semakin meningkat sebesar 200 persen jika AMR tidak benar-benar ditangani dengan baik.
Sementara itu data WHO Global Antimicrobial Resistance and Use Surveillance System (GLASS) sebagai data acuan nasional terkait AMR di Indonesia menunjukkan peningkatan presentase AMR di Indonesia pada tahun 2019.
Oleh sebab itu, Marketing Director Essity Joice Simanjuntak menjelaskan bahwa dengan teknologi Sorbact ini dapat digunakan untuk perawatan luka yang dapat mencegah AMR.
”Sorbact mengikat mikroba dengan mekanisme kerja murni secara fisik sehingga mikroba menjadi tidak aktif, dan mengangkatnya tanpa membunuh. Penelitian membuktikan bahwa mekanisme ini tidak mengakibatkan AMR," jelas Joice.
"Teknologi Sorbact dipergunakan dalam balutan luka kami yaitu Cutimed dan Leukoplast. Berbeda dengan balutan antimikroba lainnya yang secara aktif membunuh mikroba, balutan luka ini terbuat dari Dialkylcarbamoyl chloride (DACC) yang bersifat hidrofobik, mengikat beberapa jenis mikroba secara permanen, dan mengurangi jumlah organisme di permukaan luka sehingga proses penyembuhan luka lebih cepat," lanjutnya.
Sorbact dikatakan mampu menurunkan angka Infeksi Daerah Operasi (IDO) sampai dengan 65 persen dibandingkan standard dressing, dan bahkan mampu mengikat 5 bakteri patogen utama WHO.
Sorbact juga tidak memiliki kontraindikasi dan risiko alergi yang rendah sehingga dapat digunakan pada bayi baru lahir, wanita hamil dan menyusui. Terbukti dalam lebih dari 40 studi klinis dan dalam publikasi yang mencakup lebih dari 7.000 pasien, Sorbact berhasil digunakan selama lebih dari 30 tahun dalam praktik klinis.
Produk perawatan luka seperti Dialkylcarbamoyl chloride coated wound dressings (Cutimed Sorbact dan Leukoplast Leukomed Sorbact) dapat dipergunakan oleh pasien untuk perawatan luka pascaoperasi dan juga luka kronis, seperti luka kaki diabetes, luka tekan akibat tirah baring.
Baca juga: Pentingnya konsumsi cukup protein usai menjalani operasi
Baca juga: Penyebab serta ciri luka operasi yang mengalami infeksi
Baca juga: Spesialis bedah plastik : pemberian odol perburuk nyeri luka bakar
Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2022