Generasi muda tidak pernah berutang politik kepada aktor politik, sebab mereka adalah pemilih pemula

Jakarta (ANTARA) - Generasi muda saat ini bukanlah pelengkap kelompok masyarakat. Penduduk usia muda, yang merupakan mayoritas populasi di Tanah Air, berperan penting dalam menentukan perjalanan bangsa Indonesia ke depan.

Partisipasi aktif mereka dalam hajatan politik elektoral Pemilu 2024 bakal menentukan siapa saja para elite yang akan memimpin Indonesia pada tahun 2024-2029. Kemajuan yang sudah dicapai bangsa ini, termasuk di bidang demokrasi, jangan sampai set back gara-gara salah pilih pemimpin.

Pada tahun 2020, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk Indonesia didominasi Generasi Z atau penduduk yang lahir pada kurun 1997-2012 dan milenial yang lahir periode 1981-1996.

Jumlah Generasi Z mencapai 75,49 juta jiwa atau setara 27,49 persen dari total populasi Indonesia yang berjumlah 270,2 jiwa, sedangkan generasi milenial jumlahnya mencapai 69,90 juta jiwa atau setara dengan 25,87 persen.

Artinya, jumlah generasi muda dari Gen-Z dan milenial sudah melebihi setengah dari jumlah penduduk Indonesia. Oleh karena itu, peran generasi muda di berbagai bidang sudah seharusnya diperhitungkan termasuk dalam pengambilan kebijakan negara.

Dalam konteks politik representasi, demokrasi, dan pemilu, peran generasi muda menjadi penting untuk menentukan nasib pemilu dan demokrasi bangsa.

KPU dan Bawaslu mengamini pentingnya keterlibatan generasi muda sebagai pemilih, pemantau, dan petugas yang ikut terlibat menyelenggarakan Pemilu Serentak 2024.

Bahkan, KPU berencana memberikan kuota generasi muda untuk menjadi petugas pemilihan umum. KPU bakal bekerja sama dengan universitas-universitas di Indonesia lewat program Merdeka.

Para mahasiswa yang biasanya mendapatkan tugas magang atau kuliah kerja nyata direncanakan berpartisipasi dalam Pemilu Serentak 2024 sebagai petugas penyelenggara ad hoc.

Mereka mendapatkan kuota sebagai anggota kelompok penyelenggara pemungutan suara atau KPPS. Dari tujuh anggota KPPS di setiap tempat pemungutan suara, nantinya sebagian akan diisi mahasiswa.

Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari mengatakan salah satu catatan penting dan menonjol hasil evaluasi Pemilu 2019, yakni banyaknya petugas penyelenggara pemilu yang berguguran.

Tingginya beban penyelenggara untuk menggelar pemilihan umum serentak membuat para petugas pemilu kelelahan sehingga ada yang berdampak fatal.

Berkaca dari Pemilu 2019 itulah penyelenggaraan pesta demokrasi pada 2024 memerlukan sosok-sosok pilihan demi tercapainya pemilu yang langsung, bebas, umum, rahasia, jujur, adil, dan berintegritas. Dibutuhkan sosok yang memiliki energi besar, kesehatan yang baik, serta prima. Sosok-sosok itu melekat pada generasi muda.

Partisipasi generasi muda dalam hajatan politik seperti pemilu sangat penting demi merawat demokrasi sekaligus menghasilkan para pemimpin yang legitimate, kompeten, dan berintegritas.

Pemilihan presiden dan anggota legislatif yang diselenggarakan 5 tahunan bertujuan untuk memilih para elite yang nantinya menakhodai negara, membawa kemajuan, demokrasi, yang sesuai dengan harapan rakyat.

Jangan sampai generasi muda apatis terhadap politik. Jika generasi muda masa bodo terhadap demokrasi dan pemilu serta tidak mau terlibat, hal itu dapat diartikan pemimpin atau legislatif yang terpilih tidak mendapatkan legitimasi kuat dari masyarakat, sebab jumlah generasi muda saat ini sudah lebih dari 50 persen dari total populasi penduduk Indonesia.

Yang paling besar menanggung risiko kalau generasi muda kurang terlibat dalam politik dan pemilu sebenarnya anak muda itu sendiri karena pemimpin yang terpilih pada Pemilu 2024 akan menentukan perjalanan nasib hidup mereka 5 tahun ke depan.

Kalau presiden, anggota legislatif, dan kepala daerah tidak sesuai aspirasi generasi muda, maka kaum muda jangan pernah berharap para eksekutif dan anggota legislatif yang terpilih bakal menyusun program-program yang sesuai kebutuhan mereka.

Kemudian, risiko bagi pemerintahan yang terbentuk dari pemilu dengan kurangnya dukungan masyarakat tentunya akan memberatkan tugas-tugas pemerintah itu sendiri.

Program dan pembangunan yang sudah didesain pemerintah pun tidak akan berjalan baik kalau tidak mendapat dukungan dari rakyat sebagai pemilih.

Penolakan dan berbagai protes pun berpotensi terjadi kalau pemerintahan yang terbentuk minim dukungan. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat termasuk generasi muda sangat penting agar pemerintah dan anggota legislatif yang terpilih mendapat legitimasi kuat.

"Titik tumpu tanggung jawab bukan dari pemerintah karena subjek pemilihan umum adalah parpol dan para kandidat. Pemerintah itu supporting, hanya penyelenggara. Tanggung jawab utama berada pada siapa calonnya, yaitu aktor-aktor politik, parpol, sekjen, dan ketum parpol," kata pakar komunikasi politik Emrus Sihombing.

Menjadi kewajiban partai beserta para aktor politik untuk mengajak dan melibatkan generasi muda dalam kegiatan politik dan pemilu.

Tidak berutang politik

Parpol, elite, dan para kandidat harus proaktif memberikan wawasan dan menarik minat generasi muda berpartisipasi aktif dalam pemilu. Apalagi generasi muda sekarang ini tidak punya beban politik pada tokoh-tokoh tertentu.

Generasi muda tidak pernah berutang politik kepada aktor politik, sebab mereka adalah pemilih pemula, yang minim tersentuh politik praktis. Mereka lepas dari pengaruh-pengaruh politik yang selama ini terjadi, juga lepas dari relasi-relasi informal dengan aktor-aktor politik.

Koordinator Penggerak Milenial Indonesia M. Adhiya Muzakki menyebutkan para generasi muda saat ini sudah melek politik. Mereka mengikuti berbagai isu politik terkini.

Oleh karena itu, para tokoh politik harus menunjukkan karakter kenegarawanan, kebangsaan, sportivitas, cara-cara berpolitik yang beradab, dan mereka memiliki pemahaman yang baik tentang kemauan generasi muda.

Organisasi itu merangkum beberapa kriteria yang diinginkan kelompok milenial untuk memimpin Bangsa Indonesia sebagai suksesor Presiden Joko Widodo.

Pertama, milenial menginginkan sosok calon presiden yang memiliki gagasan dan ide kebangsaan yang jelas. Kemudian, calon presiden maupun wakil presiden memiliki ragam perspektif pemahaman terhadap kondisi transnasional saat ini.

Capres dan cawapres yang diinginkan milenial harus mampu menerjemahkan aspirasi anak muda dan memberikan solusi terhadap kondisi nasional dan internasional yang akan dihadapi bangsa.

Para kandidat harus mengerti kebutuhan para pemilih muda, seperti kebebasan berekspresi, berkarya, mengembangkan kreativitas, lapangan kerja, serta kepentingan-kepentingan riil anak muda zaman kiwari.

Siapa pun yang terpilih pada Pemilu 2024, baik itu presiden, wakil presiden, anggota DPR, DPRD, hingga DPD, mereka harus mampu mengakomodasi kepentingan generasi muda. Apalagi mereka merupakan penghuni mayoritas di Indonesia.





Editor: Achmad Zaenal M

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2022