Yogyakarta (ANTARA) - Cenderamata pernikahan identik dengan berbagai barang berukuran kecil atau setidaknya bisa ditenteng dengan mudah oleh tamu undangan dan mungkin hampir semua suvernir pernikahan adalah benda mati.

Namun apa jadinya jika pohon pisang ditawarkan menjadi cenderamata pernikahan.

Ide itu ditawarkan oleh Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogyakarta yang memiliki fasilitas laboratorium kultur jaringan dan selama ini sudah memproduksi ratusan ribu, bahkan jutaan bibit pohon pisang melalui metode tersebut.

Pohon pisang hasil kultur jaringan tersebut hanya dijual sebagai bibit di polybag dengan harga sekitar Rp9.000 per batang untuk bibit pisang yang siap tanam.

Untuk meningkatkan variasi produk, Dinas Pertanian dan Pertanian Kota Yogyakarta berupaya melakukan inovasi dengan menawarkan tanaman pisang hasil kultur jaringan sebagai suvenir pernikahan.

"Ide ini adalah kreativitas kami saja, menjadi produk sampingan karena produk utama kami tetap bibit pisang," kata Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogyakarta Suyana.

Layaknya suvenir pernikahan yang identik dengan barang berukuran kecil dan cantik, maka bibit tanaman pisang hasil kultur jaringan dipindahkan ke botol kaca yang memiliki bentuk lebih unik.

Botol kaca yang sudah ditutup rapat kemudian dibungkus dengan kain tule dan diberi hiasan pita agar semakin menarik untuk dijadikan suvenir pernikahan. Tanaman pisang dalam botol memiliki tinggi sekitar 10 centimeter.

Ada pula botol kaca dengan tanaman pisang berukuran lebih kecil yang disulap menjadi gantungan kunci.

Setiap tanaman pisang dalam botol kaca untuk suvenir pernikahan tersebut mampu bertahan di dalam botol dalam waktu sekitar satu bulan tanpa perlu penanganan apapun.

Masih ada sisa jeli sebagai sumber makanan dari proses kultur jaringan, sehingga tanaman bisa bertahan sekitar satu bulan. Dan akan lebih baik jika tidak ditempatkan di tempat yang terkena sinar matahari langsung.

Tanaman pisang di dalam botol dengan tinggi sekitar 10 centimeter tersebut dipastikan sudah siap tanam karena berusia sekitar sembilan bulan.

Tanaman bisa langsung dikeluarkan dari botol, dicuci akarnya dan siap dipindahkan ke media tanam. Setiap botol juga akan dilengkapi dengan instruksi menanam sehingga masyarakat bisa menanam dengan proses yang benar.

Bagi masyarakat yang berkeinginan memesan atau memperoleh tanaman pisang hasil kultur jaringan tersebut dapat langsung memesan ke Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogyakarta meskipun harga yang ditawarkan untuk setiap botol masih cukup mahal.

Selain itu, ada tanaman pisang dalam botol kecil sebagai gantungan kunci dijual dengan harga Rp5.000 per buah, sedangkan suvenir dengan botol lebih besar dijual dengan harga sekitar Rp20.000 per buah.

Harga jual untuk suvenir tersebut masih cukup tinggi karena proses kultur jaringan dan pemindahan pisang ke botol juga membutuhkan waktu yang lama, disamping bahan baku lain, seperti botol dan kain serta aksesoris tambahan.

Botol yang akan digunakan perlu disterilkan terlebih dulu dan tanaman pisang harus bisa bertahan dengan baik, setidaknya dalam waktu tiga hari di botol baru, sebelum botol dipercantik dengan kain dan pita sehingga siap menjadi suvenir.

Berbagai varietas pisang yang dijadikan suvenir, di antaranya Raja Bagus, Kepok, Ambon, Cavendish dan lainnya.

Selain pisang, tanaman lain yang juga dapat dijadikan suvenir melalui metode kultur jaringan adalah anggrek, keladi, hingga aglonema.

Produk tersebut juga bukan produk ready stok sehingga masyarakat yang ingin memesan sebagai suvenir perlu memesan terlebih dulu beberapa bulan sebelumnya.

Sampai sekarang belum ada yang pesan untuk suvenir karena memang baru dipasarkan. Suvenir ini bukan hanya untuk pernikahan saja, tetapi bisa untuk acara-acara lain.

Salah satu warga Kota Yogyakarta Guritno menyebut, ide suvenir pernikahan pohon pisang sangat kreatif dan unik. Jika ada masyarakat yang menggelar pernikahan dengan konsep tertentu, maka suvenir seperti ini akan sangat cocok, apalagi turut membantu upaya pelestarian lingkungan.


Pusat benih

Keterbatasan lahan pertanian di Kota Yogyakarta tidak mengecilkan upaya kota tersebut untuk tetap menghasilkan produk pertanian yang bisa memiliki nilai jual.

Bukan produk berupa buah, sayur atau produk pertanian lain yang bisa menjadi bahan pangan, tetapi Kota Yogyakarta mengarahkan pengembangan pertanian perkotaan dengan memproduksi benih yang tidak membutuhkan lahan pertanian luas.

Kota Yogyakarta, bahkan bercita-cita bisa menjadi pusat benih pertanian.

Salah satu pengembangan benih yang sudah cukup dikenal di Kota Yogyakarta adalah benih pisang yang dihasilkan dari proses kultur jaringan, sehingga produksi benih bisa dilakukan langsung dengan jumlah banyak.

Dalam setahun, Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogyakarta bisa memproduksi sekitar 20.000 benih pisang siap tanam dari hasil kultur jaringan. Jumlah ini meningkat pesat dibanding beberapa tahun lalu yang baru mencapai 2.000 benih siap tanam.

Benih siap tanam dengan ukuran tinggi sekitar 30 centimeter dijual dengan harga Rp9.000 per batang. Dalam sebulan terjual sekitar 2.000 batang dari berbagai varietas pisang.

Selain diserap oleh petani di DIY, benih pisang asal Kota Yogyakarta juga sudah dipasarkan ke beberapa kota di Pulau Jawa, seperti Bogor, untuk memenuhi kebutuhan pisang di Jakarta dan sekitarnya.

Pemerintah Kota Yogyakarta juga terus memberikan dukungan agar produk benih pisang tersebut bisa dipasarkan lebih luas, salah satunya dengan menjalin kerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman di Sumatera Barat.

Kerja sama tersebut menyepakati komitmen untuk menyerap benih pisang dari Yogyakarta.

Sudah ada komitmen kerja sama antara kedua pemerintah daerah. Pemerinta Kita Yogyakarta meyakinkan bawa benih pisang dari Yogyakarta sangat berkualitas karena mampu menghasilkan buah yang besar dan tahan hama.
​​​​
Pengembangan pusat benih tidak hanya akan difokuskan untuk benih pisang saja, tetapi diperluas untuk jenis tanaman lain karena sangat memungkinkan dengan metode kultur jaringan.

Guna meningkatkan kapasitas sumber daya manusia di laboratorium kultur jaringan, maka kerja sama dengan kampus maupun peneliti menjadi salah satu upaya yang wajib dilakukan.

Dengan demikian, hasil produksi benih dari Kota Yogyakarta menjadi lebih diakui dan dicari. Mimpi menjadi seed center pun tercapai.

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022