Jakarta (ANTARA News) - Anggota Fraksi PDIP DPR-RI Effendy Mara Sakti berpendapat sudah waktunya semua pihak mendorong terwujudnya pengampunan kepada Pak Harto sebagai salah satu bentuk rekonsiliasi nasional. "Semangat rekonsiliasi harus segera diwujudkan. Pemerintah harus berani memberi ampunan kepada Pak Harto," katanya di Gedung DPR/MPR Jakarta, Jumat. Dia mengajak semua pihak mengingat jasa Pak Harto yang selama 32 tahun memimpin Indonesia. Walaupun selama kepemimpinannya ada kekurangan. "Apa kita tak ingat jasa Pak Harto. Bahkan delapan tahun reformasi pun, Pak Harto masih menjadi sosok yang memiliki keunggulan, misalnya dari sisi pembangunan fisik," katanya. Dia mengungkapkan, dasar memberi ampunan sudah ada UU yang mengatur, yaitu UU tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). "UU- nya sudah ada tinggal dijalankan," katanya. Namun sebagai wujud keadilan dan rekonsiliasi, pengampunan kepada Pak Harto juga disertai dengan pencabutan Tap MPRS mengenai Pak Karno. "Jangan sampai Pak Harto meninggal dalam status sebagai tersangka. Bung Karno meninggal dengan status seperti itu. Karena itu, kita ampuni keduanya dan wujudnya semangat KKR," katanya. Daripada bangsa ini terbebani masa lalu, kata Effendy Mara Sakti, sebaiknya rehabilitasi saja nama Bung Karno dan Pak Harto dengan memberi mereka pengampunan. Namun memberi ampunan kepada Pak Harto tak terlebih dahulu dilakukan proses hukum dinilai kurang tepat oleh Aryo Bimo. "Kasus ini harus diselesaikan di pengadilan. Ini mandat Tap MPR, mandat rakyat," katanya. Anggota Fraksi PDIP ini berpendapat, proses hukum kepada Pak Harto dilanjutkan supaya tidak ada kesan tebang pilih. Proses hukum ini sebenarnya diperlukan untuk mengakhiri ketidakpastian. "Keluarga Pak Harto juga butuh kepastian, agar kasus ini tidak menggantung terus," katanya. Dia menyatakan supaya tak muncul ketidakpastian, maka Pak Harto harus diadili. Hal ini agar ada kepastian hukum bagi keluarga dan Pak Harto. Hak yang sama bagi semua warga negara untuk mendapatkan kepastian hukum. Apabila Pak Harto diadili maka akan terbukti bahwa semua warga negara memiliki kedudukan sama di mata hukum. Saat ini muncul kesan seolah-oleh mantan pejabat kebal hukum dan dilindungi kroni-kroninya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006