ada 24 ribu pekerja non-ASN di lingkungan Pemkot Surabaya yang bakal dipotong insentifnya sebesar Rp700 ribu per orang.

Surabaya (ANTARA) - Pimpinan DPRD Kota Surabaya menyikapi adanya rencana pemotongan insentif ribuan pekerja non-Aparatur Sipil negara (ASN) atau Outsourcing (OS) di lingkungan pemerintah kota setempat.

"Rencana pemotongan insentif pekerja Non ASN di lingkungan Pemkot Surabaya sebenarnya tidak menyalahi aturan hukum," kata Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya A.H Thony di Surabaya, Jumat.

Seperti diketahui, ada 24 ribu pekerja non-ASN di lingkungan Pemkot Surabaya yang bakal dipotong insentifnya sebesar Rp700 ribu per orang.

Pemotongan tersebut merujuk dalam Surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Nomor B/2060/M.SM.01.00/2022 tanggal 14 Oktober 2022.

Surat Menpan RB tersebut menyebut sistem pembayaran honorarium OS pada tahun 2023, mengikuti sejumlah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Kemudian, Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) No 60/PMK.02/2021 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2022 dan Permenkeu No 83/PMK 02/2022 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2023.

Sehingga, lanjut dia, langkah Pemkot Surabaya mengirim surat ke Menpan RB karena di Surabaya sudah ada 24 ribu tenaga OS yang sudah direkrut terlebih dahulu.

Kaitannya terhadap penyesuaian ketentuan yang ada, Thony mengatakan, bahwasanya tidak boleh ada tenaga kontrak yang membantu kegiatan Pemkot, kecuali dari PNS dan PPPK atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.

"Berarti kan peluangnya, bahwa pekerja kontrak di lingkung Pemkot Surabaya bisa direkrut menjadi PPPK, dimana gajiannya dituangkan dalam Permenkeu tadi," kata dia.

Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Surabaya, Rachmad Basari sebelumnya mengatakan, dari hasil evaluasi Kemenpan RB, tenaga Non-ASN di lingkup Pemkot Surabaya dipastikan tetap bekerja di tahun 2023.

"Sebagaimana komitmen pemerintah kota, bahwa hasil evaluasi Kemenpan RB terhadap tenaga outsourcing di tahun 2022, maka pada tahun 2023 mereka tetap dapat bekerja," kata Basari.

Menurut dia, hasil evaluasi terkait tenaga outsourcing tahun 2022, maka sudah tidak merujuk kepada outsourcing yang dipihakketigakan.

"Tetapi karena pemkot ingin mereka tetap bekerja, maka sesuai ketentuan tetap diperbolehkan dan diperkenankan sesuai Surat Menpan RB melalui kontrak perorangan di belanja barang dan jasa," kata Basari.

Dengan demikian, kata dia, tenaga non-penunjang di lingkungan Pemkot Surabaya pada tahun 2023 besaran gajinya bisa berbeda. Besaran gaji tenaga non-penunjang ini dihitung berdasarkan kualifikasi, beban kerja, pengalaman hingga jenjang pendidikan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.

Basari lantas mencontohkan mekanisme pengupahan non-ASN pemkot yang bekerja pada bagian programmer atau dalam kategori tenaga non-penunjang. Jika merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan, tenaga non-ASN itu bisa mendapatkan gaji per bulan mencapai di atas Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK).

"Kalau merujuk pada standar biaya minimal itu bisa menyentuh di angka Rp7 juta, sesuai dengan kelas jabatan. Itu sudah jelas, tinggal kita melihat benar tidak dia (tenaga OS) punya pengalaman lebih dari 5 tahun melaksanakan apa yang menjadi dasar gaji segitu diberikan," kata dia.
Baca juga: Sebanyak 25 ribu tenaga non-ASN Pemkot Surabaya tetap bekerja di 2023
Baca juga: Pemkot Surabaya akui ada 87 ASN tinggal di rusunawa
Baca juga: Wali Kota Surabaya diminta evaluasi kinerja bawahannya

Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2022