Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) Andi Putra untuk mendalami dugaan aliran uang dalam pengurusan hak guna usaha (HGU) di Kabupaten Kuansing, Riau.
KPK memeriksa Andi Putra sebagai saksi untuk tersangka mantan Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau M. Syahrir (MS) dan kawan-kawan di Lapas Pekanbaru, Jumat dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait pengurusan dan perpanjangan HGU di Kanwil BPN Provinsi Riau.
"Saksi bersedia memberikan keterangan dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan aliran uang dalam proses pengurusan HGU di Kabupaten Kuantan Singingi," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Jumat.
Dalam penyidikan kasus itu, KPK juga mengharapkan peran serta masyarakat untuk dapat menyampaikan berbagai informasi yang memiliki keterkaitan dengan kasus, khususnya dalam pelayanan dan pengurusan di Kanwil BPN Riau saat tersangka MS masih aktif menjabat.
"KPK juga mengingatkan berbagai pihak yang dipanggil patut untuk kooperatif hadir, khususnya para perusahaan yang mengurus izin HGU dan menyampaikan dengan jujur serta terbuka di hadapan tim penyidik," ucap Ali.
KPK telah menetapkan tiga tersangka kasus itu, sebagai penerima ialah MS. Sedangkan, pemberi suap, yaitu pihak swasta/pemegang saham PT Adimulia Agrolestari (AA) Frank Wijaya (FW) dan General Manager PT AA Sudarso (SDR).
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan bahwa FW sebagai pemegang saham PT AA memerintahkan dan menugaskan SDR untuk melakukan pengurusan dan perpanjangan sertifikat HGU PT AA yang segera akan berakhir masa berlakunya pada 2024.
Selanjutnya, SDR menghubungi dan bertemu beberapa kali dengan MS yang membahas perpanjangan HGU PT AA.
Pada Agustus 2021, SDR menyiapkan seluruh dokumen administrasi untuk pengurusan HGU PT AA seluas 3.300 hektare di Kabupaten Kuansing yang salah satunya ditujukan juga ke Kanwil BPN Provinsi Riau.
SDR kemudian menemui MS di rumah dinas jabatannya dan dalam pertemuan tersebut kemudian diduga ada permintaan uang oleh MS sekitar Rp3,5 miliar dalam bentuk dolar Singapura dengan pembagian 40 persen-60 persen sebagai uang muka dan MS menjanjikan segera mempercepat proses pengurusan HGU PT AA.
Dari pertemuan tersebut, SDR lalu melaporkan permintaan MS kepada FW. SDR kemudian mengajukan permintaan uang 120.000 dolar Singapura (setara dengan Rp1,2 miliar) ke kas PT AA dan disetujui oleh FW.
Pada September 2021, atas permintaan MS, penyerahan uang 120.000 dolar Singapura dari SDR dilakukan di rumah dinas MS dan MS juga mensyaratkan agar SDR tidak membawa alat komunikasi apapun.
Setelah menerima uang tersebut, MS kemudian memimpin ekspose permohonan perpanjangan HGU PT AA dan menyatakan usulan perpanjangan itu bisa ditindaklanjuti dengan adanya surat rekomendasi dari Andi Putra selaku Bupati Kuansing yang menyatakan tidak keberatan adanya kebun masyarakat dibangun di Kabupaten Kampar, Riau.
Atas rekomendasi MS tersebut, FW kemudian memerintahkan dan kembali menugaskan SDR untuk mengajukan surat permohonan ke Andi Putra dan meminta supaya kebun kemitraan PT AA di Kampar dapat disetujui menjadi kebun kemitraan.
Berikutnya, dilakukan pertemuan antara SDR dan Andi Putra. Dalam pertemuan tersebut, Andi Putra menyampaikan bahwa kebiasaan dalam mengurus surat persetujuan dan pernyataan tidak keberatan atas 20 persen Kredit Koperasi Prima Anggota (KKPA) untuk perpanjangan HGU yang seharusnya di bangun di Kabupaten Kuansing dibutuhkan minimal uang Rp2 miliar.
KPK menduga telah terjadi kesepakatan antara Andi Putra dengan SDR dan hal tersebut juga atas sepengetahuan FW terkait adanya pemberian uang dengan jumlah tersebut.
Sebagai tanda kesepakatan, pada September 2021 diduga telah dilakukan pemberian pertama oleh SDR kepada Andi Putra uang sebesar Rp500 juta. Berikutnya pada 18 Oktober 2021, SDR diduga kembali menyerahkan kesanggupannya tersebut kepada Andi Putra dengan menyerahkan uang sekitar Rp200 juta.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2022