Samarinda (ANTARA News) - Ribuan buruh di Kalimantan Timur menyatakan siap turun ke jalan dan berkonvoi mengelilingi Kota Samarinda pada peringatan hari buruh internasional 1 Mei mendatang.
"Sedikitnya 2.000 buruh di Kaltim siap turun ke jalan untuk memperingati hari buruh internasional, sekaligus memberikan ketegasan sikap pekerja terhadap penolakan revisi UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan," kata Koordinator Forum Pekerja Buruh untuk Pembangunan dan Kesejahteraan (FBPK) Kaltim Jumransyah di Samarinda, Jumat.
"Upaya ini wujud solidaritas kami terhadap nasib perburuhan di seluruh Indonesia, dan penegasan bahwa kami menolak revisi UU Keternagakerjaan dinilai merugikan pekerja sehingga tidak menimbulkan masalah baru," katanya menegaskan.
Unjukrasa tersebut, kata Jumran merupakan tahap awal sebagai peringatan pada pemerintah untuk tidak melanjutkan revisi UU Ketenagakerjaan yang sejak awal memang ditolak pekerja.
"Apabila pemerintah tetap memprosesnya maka bukan tidak mungkin akan menggudang gerakan buruh yang lebih besar," tegasanya.
Rencananya untjurasa itu berakhir di Gedung DPRD Kaltim untuk menyerahkan aspirasi pekerja Kaltim pada wakil rakyat dan selanjutnya disampaikan ke pemerintah pusat sebagai bahan pertimbangan dalam masalah itu.
Sejumlah aspirasi yang akan disampaikan itu, yakni buruh Kaltim menolak tegas revisi UU Nomor 13/2003 yang dinilai merugikan pekerja dan menguntungkan pengusaha.
Sawit Perbatasan
Selain itu, para buruh juga menyatakan mendukung program pemerintah untuk membuka lahan perkebunan sawit di perbatasan yang direncanakan pemerintah yang ditolak sebagian kalangan.
"Dengan pembukaan lahan perkebunan itu dapat membuka lapangan kerja baru guna menampung sejumlah pekerja yang mengalami PHK di industri perkayuan," ujarnya.
Buruh Kaltim menilai pembukaan lahan perkebunan di kawasan perbatasan yang mencapai 1,8 juta ha juga berdampak pada tersedianya bahan baku industri perkayuan di Kaltim untuk menghindari terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK).
Terkait masalah lingkungan, para buruh Kaltim juga minta agar menjadi perhatian serius sehingga pembukaan lahan perkebunan itu tidak merusak tatanan alam dan tetap menempatkan pelestarian lingkungan sebagai upaya pembangunan berkelanjutan.
Namun, kepada pihak yang menolak, ia mengharapkan memberikan solusi terbaik, bukan sekedar menolak atau mencari sensasi karena kenyataannya selama ini hutan di kawasan perbatasan tetap dijarah.
"Ketimbang kayunya diangkut secara ilegal ke Malaysia, lebih baik dibuka untuk kawasan perkebunan karena menyerap banyak tenaga kerja, serta pengawasan lebih efektif dan efesien. Terbukanya kawasan itu sehingga infrastruktur perhuhungan lebih baik sehingga memudahkan pengawasan," katanya.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006