Sydney (ANTARA) - Saham-saham Asia mengikuti Wall Street dibuka lebih tinggi pada Kamis, didukung oleh sinyal Federal Reserve AS dapat memperlambat laju kenaikan suku bunga dan berita stimulus ekonomi baru dari China, dengan dolar gagal untuk menutup kerugiannya.
Indeks MSCI untuk saham Asia-Pasifik di luar Jepang menguat 0,8 persen pada awal perdagangan, didorong oleh kenaikan 0,6 persen pada indeks KOSPI Korea Selatan, kenaikan 0,5 persen indeks saham unggulan China CSI 300 dan kenaikan 0,9 persen pada indeks Hang Seng Hong Kong.
Indeks Nikkei Jepang juga dibuka melonjak 1,3 persen.
S&P 500 berjangka naik 0,2 persen, sementara Nasdaq berjangka naik 0,3 persen, setelah kenaikan moderat di saham AS pada Rabu (23/11/2022).
Pada Kamis, bank sentral Korea Selatan (BoK) memperlambat laju pengetatan menjadi lebih moderat 25 basis poin, bergabung dengan bank sentral lain yang telah turun dari kenaikan besar di tengah resesi global yang menjulang.
Risalah pertemuan terakhir Federal Reserve AS juga menunjukkan "mayoritas besar" pembuat kebijakan Fed sepakat bahwa "kemungkinan akan segera tepat" untuk memperlambat laju kenaikan suku bunga.
"Secara keseluruhan, jelas dari risalah bahwa para peserta FOMC bertekad untuk lebih menaikkan suku bunga kebijakan dalam menghadapi pasar tenaga kerja yang sangat ketat dan inflasi yang sangat tinggi," kata analis di Barclays.
"Namun, risalah tersebut juga mengungkapkan perbedaan pandangan yang muncul di antara anggota tentang suku bunga puncak, dan ketidakpastian tentang suku bunga puncak."
Pasar berjangka menyiratkan peluang 76 persen untuk kenaikan 50 basis poin menjadi 4,25-4,50 persen pada pertemuan Desember, sementara mayoritas investor memperkirakan target suku bunga dana federal AS akan mencapai puncak di atas 5,0 persen pada Mei mendatang.
Data ekonomi AS pada Rabu (23/11/2022) menunjukkan klaim pengangguran meningkat lebih dari yang diperkirakan minggu lalu, sementara aktivitas bisnis mengalami kontraksi untuk bulan kelima pada November.
Di Jepang, data pada Kamis menunjukkan aktivitas manufaktur mengalami kontraksi dengan laju tercepat dalam dua tahun pada November.
Sementara itu, di China, kasus COVID terus melonjak, dengan kerugian ekonomi akibat pembatasan mobilitas dan penguncian yang menumpuk.
Kabinet China pada Rabu (23/11/2022) menandai kemungkinan pemotongan rasio persyaratan cadangan bank (RRR) yang akan datang, menjanjikan langkah-langkah stimulus baru untuk menghidupkan kembali ekonominya yang terpukul COVID.
Dolar AS pada Kamis gagal untuk menutup kerugian semalam sebesar 1,0 persen dengan indeks berdiri di 105,89 terhadap sekeranjang mata uang.
Di pasar minyak, harga akan menguji level support utama dari September, yang jika ditembus dapat membuat minyak jatuh ke level yang tidak terlihat sebelum akhir 2021, menambah bukti bahwa inflasi kemungkinan telah mulai turun.
Minyak mentah berjangka AS turun 0,2 persen menjadi 77,79 dolar AS per barel, setelah jatuh lebih dari 3,0 persen pada Rabu (23/11/2022), karena negara-negara Kelompok Tujuh (G7) mempertimbangkan batasan harga minyak Rusia di atas level pasar saat ini.
Minyak mentah berjangka Brent turun 0,15 persen menjadi 85,26 dolar AS per barel.
Pasar AS akan ditutup untuk liburan Thanksgiving pada Kamis waktu setempat.
Baca juga: Saham Asia dibuka menguat, meskipun jumlah kasus COVID China meningkat
Baca juga: IHSG awal pekan berpeluang naik di tengah penurunan bursa saham Asia
Baca juga: Pasar saham Asia resah atas meluasnya COVID China dan prospek The Fed
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022