Singapura (ANTARA News) - Perdana Menteri Lee Hsien Loong hari Kamis mendesak rakyat Singapura memberinya mandat pada pemilihan umum 6 Mei sesudah Partai Aksi Rakyat-nya ditolak kembali berkuasa secara otomatik akibat persaingan lawan lebih kuat dari sebelumnya. "Saya beberapa kali menjelaskan yang dipertaruhkan di pemilihan umum ini. Saya minta mandat bagi saya dan kelompok saya," kata Lee, sekretaris jenderal Partai Aksi Rakyat (PAP), yang bekuasa, pada temu pers. "Karena tidak ada mayoritas dalam pemilihan umum ini, rakyat Singapura memberi suara tidak saja untuk anggota parlemen, tapi juga pemerintah," katanya dengan menambahkan bahwa ia tidak menjamin apa pun. "Kami mengejar setiap suara. Anda tidak dapat menebak sampai kotak suara dibuka dan bagaimana rakyat sebenarnya bersuara, karena saat mereka mencoblos, itu gabungan dari banyak unsur," katanya. Lee (54 tahun) mengadakan temu pers itu sesudah tenggat pendaftaran calon di panitia pemilihan umum lewat. Hasil menunjukkan bahwa tiga partai lawan ikut berlomba merebut lebih dari setengah dari 84 kursi parlemen, yang diperebutkan dalam pemilihan umum itu, sekaligus menangkal PAP menang langsung untuk pertama kali dalam 18 tahun. Menurut media setempat, partai lawan menurunkan 47 calon. Hanya 37 kursi tidak diperebutkan, yang tidak cukup bagi PAP untuk membentuk pemerintahan berikutnya. Pada tiga pemilihan umum sebelumnya, PAP menang tanpa satu suara pun hilang, karena calon lawan tidak mencukupi. Pemilihan umum itu secara luas dinilai sebagai penentuan pendapat atas kinerja Lee, yang pertama kali memimpin PAP dalam pemilihan umum saat menjabat perdana menteri. Lee menggantikan perdana menteri Goh Chok Tong Agustus 2004. Goh mewarisi jabatan itu dari ayah Lee, pemimpin kemerdekaan Singapura Lee Kuan Yew, tahun 1990 dalam alur pergantian terkelola ketat di negara kota itu. PAP diperkirakan terus menguasai sesudah pemilihan umum tersebut, tapi jumlah suara rakyat untuk Lee dan partainya akan disorot tajam oleh pengulas politik. PAP selalu tampil sebagai pemenang dalam setiap pemilihan umum sejak negara pulau tersebut merdeka tahun 1965 dan menguasai semua kecuali dua dari 84 kursi di parlemen. Partai itu diperkirakan masih akan menguasai politik setempat. Kelompok lawan fraksi politik dan partai kecil Singapura mengecam, karena hanya mendapatkan sedikit kesempatan untuk berhubungan dengan media besar dan terikat pembatasan politik serta kampanye pemilihan.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006