Yang paling penting dengan NIT kita juga bisa menilai risiko. Ke depan tantangan perekonomian kita bukan hanya pandemi tapi juga ketidakpastian yang besar pada 2023 dan 2024,
Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Edy Mahmud menyebut Neraca Institusi Terintegrasi (NIT) dapat membantu pemerintah menilai risiko dari ketidakpastian perekonomian global pada 2023 mendatang.
“Yang paling penting dengan NIT kita juga bisa menilai risiko. Ke depan tantangan perekonomian kita bukan hanya pandemi tapi juga ketidakpastian yang besar pada 2023 dan 2024,” kata Edy dalam Peluncuran dan Sosialisasi Neraca Institusi Terintegrasi di Jakarta, Selasa.
NIT, lanjutnya, akan menyediakan data dan referensi yang cukup yang bisa menghasilkan potensi risiko dari ketidakpastian global terhadap perekonomian nasional Indonesia, sehingga pemerintah bisa menyiapkan mitigasi untuk risiko tersebut.
“Pemerintah akan bisa siapkan mitigasi sehingga ketika risikonya datang, kita sudah siap dengan segala rekomendasi,” ucap Edy.
Baca juga: BPS luncurkan NIT beri gambaran menyeluruh perekonomian Indonesia
Pemerintah dan pemangku kepentingan terkait juga bisa menggunakan NIT untuk melihat potensi perekonomian nasional baik yang dapat didorong oleh pemerintah, korporasi, rumah tangga, maupun lembaga non profit.
Ia menyebutkan NIT mencakup pencatatan kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh rumah tangga, korporasi, pemerintah, dan lembaga non profit, dari produksi, pendapatan hasil produksi, dan konsumsi, termasuk investasi.
Dalam penyusunan NIT, BPS bekerja sama dengan Bank Indonesia (BI) serta mendapat dukungan penuh dari Kementerian Keuangan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai penyedia data utama.
NIT yang baru dirilis didasarkan pada data setiap kementerian dan lembaga sejak 2016 sampai 2020.
“Ke depan kita menginginkan rilis NIT sudah bisa mengikuti rilis PDB (Produk Domestik Bruto). Misalnya PDB dirilis 35 hari setelah satu kuartal, mungkin ini nanti bisa dirilis beberapa bulan setelahnya agar tidak terlalu jauh,” ujar Edy.
Baca juga: BPS catat ekonomi Indonesia tumbuh 5,72 persen pada triwulan III
Baca juga: BI: Neraca transaksi berjalan triwulan III surplus 4,4 miliar dolar AS
Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022