"Munculnya ketidakpercayaan terhadap peradilan di Indonesia di kalangan masyarakat, bermula dari adanya ketidakpercayaan di kalangan penegak hukum itu sendiri," kata Wapres.
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla mengatakan, untuk meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan dan penegakan hukum di Indonesia, maka tingkat keilmuan dari aparat penegak hukum seperti jaksa, hakim, dan pengacara harus seimbang. "Kalau kemampuan jaksa dan hakim kurang atau di berada bawah kemampuan advokat (pengacara) maka "habis"-lah sistem peradilan kita. Penegakan hukum membutuhkan keseimbangan keilmuan di tingkat aparatnya," katanya di Kantor Wapres Jakarta, Kamis, saat membuka Kompetisi Peradilan Semu IV Antar Perguruan Tinggi se-Indonesia yang memperebutkan Piala Mutiara Djokosoetono. Menurut Wapres, jika pengacara lebih pintar daripada jaksa maupun hakim, apalagi pengacara tersebut memiliki kemampuan melobi maka hasil persidangan bisa merugikan atau menguntungkan pihak tertentu dan hal itu membuat citra pengadilan menjadi buruk. Wapres mengakui adanya kenyataan sebagaimana diakui kalangan perguruan tinggi bahwa mahasiswa terbaik lulusan fakultas hukum saat ini lebih memilih berkiprah sebagai pengacara ketimbang menjadi hakim dan jaksa. Salah satu penyebabnya adalah penghasilan seorang pengacara yang lebih menjanjikan dibandingkan seorang hakim atau jaksa. "Tetapi memang di mana-mana, termasuk di Amerika Serikat, penghasilan advokat itu lebih baik daripada hakim," kata Wapres. Namun, ia mengingatkan bahwa manusia itu hidup di dunia tidak hanya untuk mencari materi semata, tetapi juga perlu memiliki harga diri, hati nurani dan prestasi keimanan yang baik. Lebih lanjut Wapres mengungkapkan bahwa saat ini penegakan hukum di Tanah Air terus mengalami perbaikan ke arah yang lebih baik terutama menyangkut tingkat profesionalisme dan kejujuran aparat penegak hukum. "Munculnya ketidakpercayaan terhadap peradilan di Indonesia di kalangan masyarakat, bermula dari adanya ketidakpercayaan di kalangan penegak hukum itu sendiri," katanya. Wapres menambahkan, dulu ada rumor bahwa kejaksaan bisa diatur, sehingga polisi berpikir buat apa perkara sampai ke kejaksaan, lebih baik diselesaikan saja di tingkat polisi, sehingga proses hukum menjadi terhenti. "Tetapi kalau polisi dan jaksa bersikap baik dan jujur maka perkara akan sampai ke pengadilan," katanya. Karena itu, katanya, harus ada rasa saling percaya di kalangan polisi, jaksa, dan hakim, karena jika salah satu saja tidak baik maka akan berpengaruh pada citra peradilan di Indonesia. Karena itu, Wapres menyambut gembira adanya kompetisi peradilan semu di kalangan mahasiswa fakultas hukum agar mahasiswa bisa lebih mengenal simulasi peradilan sehingga akan memahami persoalan hukum jika telah lulus. Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Hikmahanto Juwana mengatakan, kompetisi dua tahunan yang dilaksanakan oleh UI (sebagai tuan rumah) akan diikuti 17 perguruan tinggi se-Indonesia dan akan berlangsung pada 27 hingga 29 April 2006. Sedangkan mengenai nama Mutiara Djokosoetono, katanya, diberikan oleh FHUI sebagai penghargaan atas kiprah dari almarhumah Mutiara, yang juga isteri dari Dekan pertama FHUI Prof Dr Djokosoetono, yang dinilai berperan besar bagi FHUI. Sedangkan Djokosoetono dikenal sebagai peletak pondasi pendidikan hukum di Indonesia.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006